![]() |
Ketua Keluarga Besar Putra dan Putri Polri (KBPP Polri) Sumatera Utara periode 2014–2019, Syaiful Syafri.(foto: dok) |
INILAHMEDAN - Medan: Ketua Keluarga Besar Putra dan Putri Polri (KBPP Polri) Sumatera Utara periode 2014–2019, Syaiful Syafri, menegaskan bahwa hujatan terhadap pimpinan maupun anggota Polri dengan bahasa kasar, serta aksi pembakaran kendaraan dan pos polisi saat demonstrasi pada Agustus 2025 tidak mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia.
Menurutnya, masyarakat memiliki hak menyampaikan pendapat atau aspirasi kepada pemerintah. Kebebasan tersebut dijamin dalam UUD 1945, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998, serta Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012.
Namun, ia menekankan bahwa kebebasan berpendapat tidak boleh dilakukan dengan cara anarkis, merusak fasilitas umum, atau menghina aparat yang sedang bertugas.
“Jika aspirasi disampaikan dengan cara merusak, membakar, atau menghujat aparat, hal itu justru merendahkan nilai kepribadian bangsa,” ujar Syaiful di Medan, Senin (15/09/2025).
Ia juga mengingatkan agar pimpinan institusi, baik di daerah maupun pusat, lebih berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan publik. Menurutnya, kebijakan atau ucapan yang dianggap menyakiti masyarakat dapat memicu aksi demonstrasi, seperti yang terjadi pada tragedi Agustus 2025 yang berdampak pada terganggunya keamanan dan ketertiban.
Sebaliknya, Syaiful meminta masyarakat yang berdemonstrasi untuk tetap bersikap santun, sesuai dengan budaya bangsa. “Demonstrasi sebaiknya tidak dilakukan secara anarkis, apalagi sampai menghujat institusi atau aparat yang sedang bertugas menjaga keamanan,” katanya.
Ia menilai penyampaian aspirasi tidak harus dilakukan melalui aksi besar-besaran atau berkepanjangan. Masyarakat bisa menempuh jalur dialog dengan mengutus perwakilan untuk bermusyawarah dengan pihak terkait. Hal ini, menurutnya, penting agar aktivitas ekonomi tidak terganggu dan kepercayaan investor terhadap Indonesia tetap terjaga.
“Demonstrasi yang berkepanjangan justru memberi peluang pihak tak bertanggung jawab memecah belah persatuan bangsa, terlebih dengan cepatnya arus informasi di media sosial,” tambahnya.
Syaiful juga mengajak para ilmuwan, politisi, dan tokoh masyarakat untuk memberi ketenangan, bukan komentar yang justru memperkeruh suasana pasca tragedi Agustus 2025. Ia menegaskan, tuntutan masyarakat yang disampaikan dalam demonstrasi saat ini tengah diproses pemerintah demi perbaikan dan kesejahteraan.
Dalam kesempatan itu, Syaiful menyampaikan apresiasi kepada Kapolri yang dinilainya telah bersikap bijak, transparan, dan sesuai prosedur hukum dalam menyikapi aksi unjuk rasa. Ia juga mendukung langkah tegas Kapolri yang menindak oknum anggota kepolisian yang melanggar SOP saat bertugas.
Namun, ia mengingatkan bahwa penegakan hukum tidak hanya menyasar peserta demonstrasi yang melakukan perusakan atau penjarahan. “Mereka yang memicu terjadinya demonstrasi melalui kebijakan atau ucapan yang merendahkan masyarakat juga harus diperiksa. Seperti pepatah mengatakan, ada asap ada api,” tutup Syaiful. (imc/ham)