|

"Kami Harus Tabah, Karena Banyak Harus Diderita"

Sinta, 35 tahun dan anaknya yang masih bocah, dua bulan terakhir tinggal di bawah pohon depan gedung DPRD Sumut.(foto: amsal)

INILAHMEDAN - Medan: Duduk di tembok beton memagar pohon yang tidak begitu besar, Sinta, 35 tahun, duduk melamun. Tatapan matanya kosong. Tiga meter dari tempat duduknya, anaknya, Ucok, empat tahun, sedang bermain. Sendirian.

Malam itu di depan gedung DPRD Sumut Jalan Imam Bonjol Medan, Kamis (19/12/2019), wajah murung Sinta terlihat samar dihalau penerangan lampu jalan yang meredup dihalang dedaunan pohon-pohon yang berjejer sepanjang jalan. Kendaraan lalu lalang. Tapi tidak begitu ramai karena jam sudah mengarah ke angka 10. Tiba-tiba Sinta berteriak kecil dan bangkit dari tempat duduknya.

"Jangan lari ke pasar (jalan). Ditabrak motor nanti," kata perempuan itu melarang anaknya yang masih balita itu.

Kepada www.inilahmedan.comyang menemuinya, Sinta mengaku sudah dua bulan terakhir menetap sementara di bawah pohon depan gedung wakil rakyat Sumatera Utara itu.

Sejak ditinggal pergi suaminya yang tanpa kabar, kehidupan Sinta dan buah hatinya yang waktu itu tinggal di kawasan Jalan Bromo, Gang Aman, mulai diterpa banyak cobaan. Persoalan ekonomi yang membelit memaksa Sinta dan anaknya harus keluar dari rumah kontrakan karena tidak sanggup membayar sewa.

“Saya bingung. Suami pergi tanpa kabar. Mana uang sewa rumah belum dibayar. Saya memutuskan keluar dari rumah sama anak," kenang Sinta.

Sinta bingung mau kemana. Namun dia mencoba tegar setelah membayangkan masa depan anaknya. Antara keputusasaan dan pasrah, Sinta terus bertahan. Bersama anaknya, Sinta luntang-lantung di belantara kota. 

"Gak tau lagi mau ke mana. Saya tetap kuatkan hati demi anak. Cuma itu tersisa yang saya punya. Ya anak," lirihnya.

Hidup di jalanan bersama sang buah hati, sekalipun tak pernah dalam bayangan Sinta. Tapi realita justeru membawanya ke sana.

"Saya sering menangis saat melihat anak saya tidur di emperan. Mau berteriak saja kenapa jalan ini yang saya hadapi. Di Medan ini, saya gak punya keluarga," katanya mulai sesenggukan.

Sinta tetap bertahan. Dia memasrahkan hidup dan anaknya kepada Yang Maha Kuasa. Untuk bisa makan, Sinta mengumpulkan botol bekas air mineral kemudian dijualnya kepada pengepul (botot).

"Di DPRD ini kan banyak demo. Botol air mineral mereka saya kumpulkan dan saya jual. Uangnya buat makan," ujarnya.

Disaat hujan turun, Sinta dan anaknya memayungi diri dengan plastik biar tidak kuyup. Untuk keperluan mandi, dia memanfaatkan air Sungai Deli yang berada di belakang gedung DPRD Sumut.

Sinta dan anaknya adalah satu dari persoalan yang sering terlihat di tengah pesatnya perkembangan kota. Sinta sadar dirinya tidak harus bergantung kepada sikap empati para penguasa.

"Yang pasti saya serahkan hidup ini kepada Yang Maha Kuasa. Kami harus tabah karena banyak yang harus kami derita. Ya kan nak," kata Sinta sambil membelai rambut anaknya. Dari balik wajah murungnya, matanya berkaca-kaca.(bambang sri kurniawan)
Komentar

Berita Terkini