![]() |
Direktur Eksekutif Lembaga Independen Pemerhati Pembangunan Sumatera Utara (LIPPSU) Azhari AM Sinik.(foto: dok) |
INILAHMEDAN - Medan: Komisi I DPRD Medan dinilai kecolongan karena persoalan sengketa tanah di Kecamatan Medan Sunggal ditangani Komisi IV.
"Jelas ini kecolongan namanya. Kasus sengketa tanah itu kan tupoksinya Komisi I. Ini kok malah ditangani Komisi IV. Aneh aja," kata Direktur Eksekutif Lembaga Independen Pemerhati Pembangunan Sumatera Utara (LIPPSU) Azhari AM Sinik di Medan, Kamis (24/07/2025).
Setahu Ari Sinik, panggilan akrabnya, tupoksinya Komisi IV biasanya berkaitan dengan pengawasan pembangunan gedung, kesejahteraan rakyat dan lainnya bukan mengurusi sengketa tanah.
"Ini bisa memunculkan kecurigaan di tengah-tengah masyarakat. Khawatirnya narasinya bisa berkembang ke mana-mana," kata Ari Sinik.
Sebagai wakil rakyat, kata dia, seharusnya kehadiran mereka (anggota dewan-red) dalam menangani persoalan apapun di masyarakat tetap mengacu pada tupoksinya masing-masing sebagaimana yang diatur dalam tata tertib DPRD Medan.
"Jadi tidak serta merta bisa mengatasnamakan pribadi. Sekali pun itu sifatnya sudah ada komunikasi pribadi kepada pimpinan dewan. Di sini pimpinan dewan harus bijak juga. Seperti membuat semacam surat tugas, atau koordinasi dengan komisi yang menanganinya. Ini kesannya Komisi I seperti tidak dianggap," kata Ari Sinik.
Dua anggota Komisi I DPRD Medan Robi Barus dan Edy Saputra belum bisa dikonfirmasi karena hape mereka tidak aktif.
Sebagaimana diketahui, Ketua Komisi IV DPRD Medan Paul Mei Anton Simanjuntak dan anggota Komisi IV Antonius Tumanggor menghadiri proses mediasi sengketa pengelolaan Kelenteng O Bin Ciong Kun di Jalan Petisah Lingkungan VII Kelurahan Lalang Medan dengan Yayasan Damai Sejahtera, Senin (21/07/2025). Mediasi dipimpin Camat Medan Sunggal Irfan Abdillah.
Pihak keluarga pendiri keberatan atas pengelolaan kelenteng oleh Yayasan Damai Sejahtera dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Kelenteng yang sudah berdiri 30 tahun itu berdiri di atas tanah milik keluarga Djulidar yang dipinjamkan untuk rumah ibadah.
Namun konflik semakin menajam karena Lurah Lalang Surya Budi menerbitkan pdua surat keterangan yang isinya saling bertentangan.
Surat pertama menyatakan tanah lokasi kelenteng adalah aset pemerintah yang diperuntukkan bagi jalan. Surat ini kemudian digunakan pihak Yayasan Damai Sejahtera sebagai dasar untuk membuat laporan kepolisian terhadap pihak keluarga pendiri.
Belakangan Lurah Lalang mengeluarkan surat kedua dengan yang isinya membatalkan surat pertama karena dinilai cacat administrasi. Ini diperkuat dengan surat dari Dinas SDABMBK Kota Medan yang menegaskan persil tanah tempat berdirinya kelenteng tidak termasuk dalam aset Pemko Medan.(imc/bsk)