gedung LBH Medan. (foto : dok)
INILAHMEDAN - Medan : Penanganan kasus korupsi yang kini sedang diproses Kepolisian Daerah Sumatra Utara (Polda Sumut) dinilai telah mempermainkan hukum itu sendiri.
" Artinya, saat ini Polda Sumatra Utara mengalami 'degradasi hukum dan moral' dalam penegakan hukum khususnya terhadap para pelaku korupsi," ujar Direktur LBH Medan Irvan Sahputra didampingi Sofyan Gajah Muis dalam siaran persnya di Medan, Selasa (27/08/2024).
Lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum itu juga menilai jika Polda Sumut telah mempermainkan hukum dan memberikan privilege (keistimewaan) terhadap para tersangka korupsi PPPK khususnya mantan Bupati Kabupaten Batubara Zahir dan 2 Kepala Sekolah di Langkat, Awalluddin dan Rohaya Ningsih.
" Hal itu jelas telah melanggar aturan hukum yang berlaku dan melanggar kode etik kepolisian RI. Dimana apa yang dilakukan Polda Sumut khusus Dirkrimsus adalah bentuk ketidak profesionalan dan tidak menaati prosedur hukum yang berlaku," ungkap praktisi hukum muda itu.
Oleh karenanya, tambahnya, hal itu telah sangat merusak citra kepolisian dan menghancurkan program Kapolri yakni 'Polri Presisi' yang tegas menyatakan tidak berkompromi terhadap pelaku korupsi.
Bahkan, lanjutnya, khusus kasus korupsi di Kabupaten Batubara dan Langkat sangat mengejutkan dan menghilangkan akal sehat masyarakat. Apalagi dengan beredarnya viral tersangka eks Bupati Batubara yang berstatus DPO tidak ditangkap dan ditahan.
Begitu juga dengan 2 Kepala Sekolah di Kabupaten Langkat yang berstatus tersangka juga tidak dilakukan penahanan. Padahal, sudah 100 saksi diperiksa, namun pelaku intelektualnya juga tidak ditetapkan sebagai tersangka.
" Semisal Kadis Pendidikan Langkat yang sebelumnya telah disampaikan para saksi turut menerima uang peserta PPPK Langkat tahun 2023.
Tersangka yang berstatus DPO adalah tersangka yang sebelumnya telah dipanggil sebanyak 2 kali secara patut tetapi tidak menghadiri panggilan tersebut dan tidak pula memberitahukan alasan ketidak hadirannya," paparnya.
Ironisnya pula, Polda Sumut sangat luar biasa memperlakukan Zahir mantan Bupati Batubara itu yang berstatus DPO. Yang diketahui sempat membuat SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian) di Polres Batu Bara. " Dilayani pula, bukannya ditangkap, sungguh aneh," tukasnya.
Sebelumnya juga LBH Medan telah melaporkan mantan Kapolda Sumut Komjen Agung dan Dirkrimsus Polda Sumut ke Propam Mabes Polri.
" Maka dengan buruknya penegakkan hukum terhadap tindakan pidana korupsi di Polda Sumut, patutlah secara hukum Kapolri melakukan tindakan tegas dan memerintahkan Kadiv Propam melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait," imbuhnya.
Menurutnya, jika hal itu tidak segera dilakukan Kapolri dan jajarannya, maka jangan salahkan masyarakat akan semakin menstigma buruk institusi Kepolisian Republik Indonesia.
" Sesungguhnya tindak pidana korupsi dalam kasus PPPK di Sumut telah bertentangan dengan UUD 1945, HAM, ICCPR, Durham, UU Tipikor dan Kode Etik Kepolisian RI," urainya.
Sebagaimana diketahui, Polda Sumut melalui Dirkrimsus saat ini sedang menangani 3 kasus besar tindak pidana korupsi di 3 kabupaten/kota sekaligus. Yaitu Kabupaten Madina, Batubara dan Langkat.
Tindak pidana korupsi tersebut terkait penyelenggaraan seleksi PPPK pada 2023. Dalam hal ini Polda Sumut telah menetapkan para tersangkanya.
Tersangka pada Kabupaten Madina ada 7 antara lain, Kadis Pendidikan Madina Dollar Hafriyanto Siregar (DHS), enam tersangka lain yakni Kepala BKD inisial AHN, Kasi Dikdas Inisial HS, Bendahara Disdik berinisial SD, Kasubbag Umum inisial ISB dan Kasi Dik Paud inisial DM) serta Ketua DPRD Madina.
Sementara di Kabupaten Batubara dengan 4 tersangka yaitu, AH yang menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan. Kemudian DT sebagai Sekretaris Disdik.
Dan RZ menjabat Kabid Bin Ketenagaan Disdik serta eks Bupati Batu Bara Zahir (DPO) berdasarkan keterangan Kabid Humas Polda Sumut.
Sedangkan di Kabupaten Langkat 2 tersangkanya, Awalluddin dan Rohayu Ningsih yang merupakan kepala sekolah. (imc/joey)