|

Dua Mantan Karyawan Apotik 'Terzolimi' Ajukan Praperadilan Tuntut Aparat Penegak Hukum Ganti Kerugian

Dua mantan karyawan Apotik Istana saat siaran pers di LBH Medan. (foto : dok) 

INILAHMEDAN
- Medan : Dua mantan karyawan Apotik Istana, Okta Rina Sari (23) dan Sukma Rizki Yanti Hasibuan (22) menuntut kerugian terhadap para penegak hukum melalui praperadilan atas 'kezoliman' yang dialami mereka usai divonis bebas majelis hakim pengadilan negeri (PN) Medan. 

Dalam keterangan pers melalui kuasa hukum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Selasa (04/04/2023), saat ini keduanya telah mendapat putusan berkekuatan hukum tetap atau inckrah. 

" Dimana sebelumnya mereka merupakan terdakwa dugaan tindak pidana pasal 360 ayat (1) atau ayat (2) KUHPidana yang diadili di PN Medan yang telah diputus bebas atau Vrijspraak dengan putusan Nomor 2258/Pid.Sus/2020/PN Mdn tertanggal 27 Januari 2021," kata Direktur Irvan Sahputra didampingi Doni Choirul. 

Menurutnya, putusan PN Medan tersebut dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Vernando Agus Hakim pada Kejaksaan Negeri Medan mengajukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung RI. 

LBH Medan selaku penasehat hukum telah pula mengajukan kontra memori Kasasi ke Mahkamah Agung RI. pada 16 Januari 2023. 

Selanjutnya, pihaknya menerima relaas pemberitahuan isi putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 1254 K/ Pid/2021 amarnya berbunyi menolak permohonan Kasasi dari pemohon Kasasi/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Medan.

" Setelah mengetahui putusan Kasasi dari Mahkamah Agung RI Okta dan Sukma, melalui LBH Medan telah mengajukan perhomohan praperadilan ganti kerugian sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 95 ayat (1) KUHAP, yaitu tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan Register Nomor : 30/Pid,Pra/2023/PN MDN tertanggal 31 Maret 2023," ungkapnya. 

Melalui permohonan praperadilan itu, katanya, Okta dan Sukma meminta 'Negara' untuk mengganti kerugian baik materil maupun Immateril sebagaimana yang telah ditetapkan. " Karena sebelumnya mereka telah ditahan selama 4 bulan," sebutnya. 

Kriminalisasi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, tambahnya, yakni pihak kepolisian RI dan kejaksaan telah berambisi untuk menetapkan Okta dan Sukma bersalah telah melanggar pasal 28D ayat (1), pasal 28 I UUD 1945. 

Jo pasal 4, pasal 17, pasal 18 UU No 39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia jo pasal 8, pasal 10 ICCPR jo pasal 9, pasal 10, pasal 11 Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia DUHAM.  

" Jo pasal 6 ayat (1) UU Nomor 11/2005 tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya," ucapnya. 

Praperadilan ganti kerugian itu, lanjutnya, juga diajukan terhadap Kapolri sebagai termohon I, Kapolda sebagai termohon II, Kapolrestabes Medan termohon III, Kasat Reskrim Polrestabes Medan termohon IV, Kejagung termohon V, Kejati Sumut termohon VI, Kejari Medan termohon VII, Kasi Pidum Kejari Medan termohon VIII dan Menteri Keuangan RI sebagai turut termohon.

Dalam perkara a quo pihak yang bertanggung jawab pada tingkat penyidikan ialah kepolisian pada tahap inilah Okta dan Sukma ditetapkan sebagai tersangka dan pihak yang bertanggung jawab dalam proses penuntutan ialah kejaksaan dan telah melakukan penahanan terhadap Okta dan Sukma sejak tanggal 02 Juli 2020.

" Kemudian kementerian keuangan patut ditarik menjadi turut termohon karena merujuk kepada pasal 11 Ayat (1) PP Nomor 92/2015 yang telah memandatkan kepada kementerian keuangan untuk melakukan pembayaran ganti kerugian berdasarkan putusan atau penetapan Pengadilan mengenai ganti kerugian," pungkasnya. (imc/joy) 


Komentar

Berita Terkini