|

Terapi Stem Cell Harapan Baru Penanggulangan Gangguan Tuli Bisu

Prof Dr dr Delfitri Munir Sp.THT-KL(K)


INILAHMEDAN - Medan: Prof Dr dr Delfitri Munir Sp.THT-KL(K) menyebutkan ada harapan baru untuk penanggulangan gangguan tuli bisu, yakni dengan terapi Stem Cell. Cara ini diharapkan bisa menggantikan tindakan operasi yang memakan biaya Rp300 juta lebih. 

"Saya baru menguji penelitian S3 Dr Indri Spesialis THT. Saya juga promotor, pembimbingnya, kita menghasilkan temuan baru cara penanggulangan orang tuli bisu. Selama inikan orang tuli bisu itu bisa menggunakan alat bantu dengar, tapi kalau berat harus dilakukan operasi. Kalau operasi alatnya saja Rp300 juta, belum lagi operasinya. Sekarang kita meneliti bahwasanya Stem Cell ada harapan menggantikan operasi itu," kata Prof Delfitri dari Komda PGPKT (Komite Daerah Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian) Sumut, kemarin. 

Dalam penelitian dr Indri Sp-THT tersebut, Stem Cell yang dipakai dari vulva gigi susu, berhasil diubah menjadi sel-sel rambut yang ada di koklea di telinga. 

"Orang nggak bisa dengar karena sel rambut itu tidak tumbuh atau sangat minimal sekali tumbuh. Nah, kita bisa menumbuhkan itu dari sel vulva gigi susu, yang di dalam itu diambil lalu dipicu dengan bahan-bahan tertentu, maka jadi sel syaraf rambut di koklea di telinga, pengganti yang tak tumbuh," ujarnya.

Menurutnya, secara empitro laboratorium, penelitian dr Indri Sp-THT itu sudah berhasil mengubah sel dari vulva gigi menjadi sel-sel rambut yang ada di koklea di telinga. 

"Ini jadi harapan besar karena memang angka tuli bisu ini cukup besar, 1 dari 1000 kelahiran itu berisiko mengalami tuna rungu dan lebih kurang 5000 anak-anak yang lahir setiap tahun tuli bisu. Maka SLB kita setiap kab/kota tidak pernah sepi muridnya," bilangnya.

Diharapkannya, penemuan dr Indri Sp-THT ini jadi penelitian awal, kemudian bisa dilanjutkan dengan binatang percobaan. 

"Diharapkan terapi Stem Cell bisa menggantikan operasi. Kalau operasi biayanya mahal. Kemudian komplikasi operasi, karena operasi dekat syaraf muka kalau kena bisa mencong terus itu. Kalau terapi stem cell tidak seperti itu, kita suntikkan melalui darah atau kita kateterkan sampai ke daerah telinga, maka tumbuh rambut-rambut di koklea dan macam orang normal," sebutnya. 

Namun, lanjutnya, baik tindakan operasi dan terapi Stem Cell ini dilakukan saat usia bayi tuna rungu di bawah dua tahun atau di bawah satu tahun. 

"Stem Cell disuntikkan di bawah dua tahun atau di bawah satu tahun. Di atas dua tahun itu sudah kecil kemungkinan bisa kembali mendengar, maka sebaiknya tindakan operasi atau penyuntikan Stem Cell sebelum dia mulai berbicara. Apalagi dilakukan saat dewasa itu tidak mungkin, karena dia sudah terbiasa menggunakan bahasa isyarat," katanya.

Dia juga mengharapkan, adanya laboratorium Stem Cell lengkap di USU. Laboratorium Stem Cell di USU baru sebagian alat-alatnya. Jika laboratorium kita ada maka jauh lebih mudah, dan Stem Cell bisa dipakai dari mana saja, kalau dr. Indri dari vulva gigi, dari tali pusat orang juga bisa, itu bisa dipakai untuk siapapun. Ternyata tali pusat itu tidak direject. Inilah kita sedang berupaya karena alat USU baru separuh jalan, mudah-mudahan rektor sekarang bersemangat untuk itu," ujarnya.

Dia menyarankan, bayi baru lahir harus diskrining secara dini untuk mengetahui apakah mengalami gangguan pendengaran atau tidak.

"Harus dilakukan secara dini, karena bayi tuna rungu itu tidak semua butuh operasi atau terapi Stem Cell, tetapi bisa hanya dengan alat bantu dengar namun harus dilakukan secara dini," sarannya.

Ditambahkannya, sejak 2010, Komda PGPKT sudah keliling ke kab/kota untuk mengajarkan bidan cara skrining dini pendengaran bayi. "Kita ajarkan ke bidan. Bayi baru lahir inikan dimandikan oleh bidan. Pada hari ke lima belas, minggu kedua dilakukan tes sederhana. Bunyikan aja gelas dengan sendok, kalau normal dan mendengar bayi akan bereaksi, kalau si bayi tenang-tenang aja, berarti ada gangguan, baru dibawa ke dokter THT untuk memastikan kerusakan," tandasnya. (imc/fat)



Komentar

Berita Terkini