|

DPRD Sumut dan Psikolog Sesalkan Identitas Pasien Covid-19 Dibuka ke Publik


INILAHMEDAN - Medan: Ketua Komisi A DPRD Sumut Hendro Susanto dan psikolog Irna Minauli sangat menyayangkan dibukanya identitas pasien Covid-19 ke publik. Termasuk juga tempat pasien bekerja di salah satu supermarket di Medan.

"Kita turut prihatin atas salah satu karyawan Supermarket Brastagi Medan yang diduga terpapar positif Covid-19. Justeru yang kita sayangkan, kenapa identitasnya dibuka ke publik. Harusnya kan cukup inisial saja," ungkap Hendro, Jumat (22/05/2020).

Situasi lain dari dibukanya identitas pasien, kata politisi PKS ini, yang harus dipikirkan adalah dampak sosialnya.

"Jujur, pasien tersebut tidak mau terjangkit wabah. Bahkan beliau juga kaget kenapa bisa terindikasi terpapar. Saat itu dia sedang menjalankan kewajibannya sebagai pekerja supermarket. Kan kasihan jika dia seolah-olah bersalah. Ini tentu berdampak sosial bagi pasien dan keluarganya," kata Hendro.

Sementara psikolog Irna Minauli mengatakan jika merujuk pada peraturan kedokteran yang diterapkan WHO, maka nama pasien positif Covid-19 seperti halnya penderita HIV-AIDS, identitasnya harus dirahasiakan. Hal ini guna menjamin privasi pasien dan menjaga dari stigma yang mungkin menimpa dirinya maupun keluarganya.

"Masyarakat kita sepertinya belum sepenuhnya memahami kondisi yang ada, sehingga seperti kita baca berita sebelumnya bagaimana masyarakat menolak para perawat yang kost di sekitar mereka karena khawatir ikut terpapar virus corona ini," kata Irna.

Direktur Biro Psikologi Minauli Consulting ini menjelaskan menjaga kerahasiaan nama pasien Covid-19 sangat penting. Bahkan di beberapa negara, mereka yang membocorkan nama pasien dapat dikenakan hukuman.

"Namun kondisi di Indonesia tampaknya masih serba belum jelas aturannya. Di satu sisi, maksud merilis nama pasien dapat digunakan untuk melindungi penduduk lain yang mungkin pernah berinteraksi dengan korban, sehingga memudahkan tracing (pelacakannya) dan dengan demikian dapat memberikan efek kejut bagi masyarakat sehingga menjadi lebih berhati-hati jika berada di pusat keramaian atau di sekitar pasien," katanya.

Saat ini, kata dia, misalnya terdapat berita bahwa di satu wilayah terdapat pasien positif Covid-19, maka antara satu sama lain mungkin akan saling mencurigai. Meski demikian, sebagian lainnya tampaknya tetap tidak terlalu peduli dengan masalah ini. Mereka merasa dirinya seolah memiliki kekebalan, sehingga tidak perlu menjaga dirinya.

Irna juga mengomentari surat dari puskesmas yang beredar yang menyebut nama dan pekerjaan pasien. Irna menilai, jika melihat dari kepentingan dokter, maka temuan ini dianggap sangat penting mengingat lokasi tersebut sangat ramai dikunjungi orang, sehingga dianggap menjadi cluster penyebaran baru.

"Saya menduga hal ini dilakukan agar masyarakat waspada dan pemerintah melakukan antisipasi sehingga dapat dialokasikan, sehingga penyebarannya bisa dicegah dengan memonitor siapa saja yang melakukan kontak dengan pasien," bebernya.

"Kondisi ini memang sangat dilematis karena menyangkut kepentingan kesehatan versus ekonomi," sambungnya.

Untuk itu, ungkap Irna, perlu koordinasi yang lebih baik antara pemerintah dengan fasilitas kesehatan. Selain itu, masyarakat juga memerlukan adanya transparansi dari pemerintah mengenai kasus ini.

"Saat ini ada kecenderungan masyarakat tidak lagi mempercayai data yang ada, sehingga mudah terprovokasi oleh informasi dari media sosial," tandasnya.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan Edwin Effendi ketika dikonfirmasi perihal beredarnya surat Puskesmas Rantang yang tertulis identitas dan pekerjaan pasien, enggan menjawab. Dihubungi melalui seluler dan pesan aplikasi WhatsApp, Kamis (21/05/2020), yang bersangkutsn tidak memberikan jawaban. (imc/fat)
Komentar

Berita Terkini