![]() |
Praktisi Hukum Asal Jakarta S Firdaus Tarigan (kanan) |
INILAHMEDAN - Medan: Pemberhentian tidak hormat kepada Rusdi Sinuraya dari Dirut PD Pasar Medan dan dua direksi lainnya memantik reaksi dari pakar hukum.
Praktisi hukum asal Jakarta S Firdaus Tarigan mengatakan pemecatan yang dilakukan Plt Wali Kota Medan Akhyar Nasution terhadap tiga direksi perusahaan daerah itu tidak mengacu kepada Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan Nomor 10 tahun 2014 tentang perusahaan daerah Kota Medan.
"Ini jelas-jelas menciderai hukum sebagai panglima tertinggi di negara ini," kata S Firdaus Tarigan dalam pesan WhatsAppnya, Jumat (07/02/2020).
Menurut Firdaus yang kerap tampil sebagai narasumber di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) stasiun TVOne ini, sesuai perda tersebut ada mekanisme pemberhentian direksi perusahaan daerah. Di dalam Pasal 21 di sana harus dijelaskan dasar (alasan) dari pemberhentian direksi. Dan di Pasal 22 ayat (1) juga dijelaskan kalau ada dugaan direksi melakukan salah satu perbuatan sebagaimana yang diatur pada Pasal 21, maka Badan Pengawas segera melakukan pemeriksaan terlebih dahulu.
Kemudian, kata dia, di Pasal 22 ayat (2) dijelaskan kalau terbukti direksi melakukan kesalahan, Badan Pengawas melaporkannya ke Wali Kota Medan.
Selanjutnya di Pasal 23 disebutkan setelah
Wali Kota menerima laporan hasil pemeriksaan dari Badan Pengawas barulah Wali Kota mengeluarkan surat untuk dilakukan pemeriksaan oleh aparat penegak hukum (polisi atau kejaksaan) dan diputuskan oleh pengadilan sampai berkekuatan hukum tetap.
"Setelah proses itu, baru bisa dikeluarkan SK pemberhentian direksi. Jadi bukan dilakukan secara serampangan. Ini sewenang-wenang namanya," jelas Firdaus didampingi para asistennya yakni Prananta Garcia, Jems Bangun dan Cindy Yolanda.
Kata Firdaus, keluarnya SK pemberhentian tiga direksi PD Pasar Medan yang tidak mengacu pada mekanisme yang diatur dalam Perda No 10 Tahun 2004 dikhawatirkan menjadi preseden buruk bagi masyarakat Kota Medan.
"Bagaimana mungkin bisa seorang pemimpin di Kota Medan memberhentikan secara sepihak dan secara tidak hormat seorang pejabat di lingkungannya yaitu Dirut PD Pasar Kota Medan dengan cara melawan hukum," katanya.
Ironisnya lagi, kata Firdaus, setelah SK pemberhentian itu digugat Ke PTUN Medan, PTUN Medan memutuskan di dalam Penetapan Nomor 11G/2020/PTUN. MDN bahwa SK pemberhentian tiga direksi PD Pasar itu ditunda.
"Namun Pemko Medan malah tidak mematuhi penetapan PTUN tersebut. Apalagi malah ada tindakan mengusir paksa Dirut PD Pasar dari ruangannya oleh petugas Satpol PP Medan dengan cara ditarik-tarik. Saya pikir ini sangat brutal dan masuk dalam kategori tindak pidana sesuai Pasal 335 ayat (1) butir 1 Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP yakni menyuruh melakukan suatu peristiwa pidana berupa pemaksaan dengan kekerasan dipidana selama 1 tahun penjara," katanya.
Firdaus menambahkan, mengingat dalam waktu dekat akan ada pemilihan umum kepala daerah seharusnya Pemko Medan tidak bisa main copot pejabat di lingkungan pemerintah daerah.
Di dalam Pasal 71 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 16 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang No 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota disebutkan bahwa Wali Kota atau Wakil Wali Kota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan skhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri.
"Justeru ini jadi lucu. Tiga direksi tidak melakukan kesalahan, persetujuan tertulis dari menteri tidak ada, tau-taunya mereka diberhentikan. Dan pelaksana tugas Dirut langsung ditunjuk dan ditetapkan tanpa prosedur yang sah," katanya.(imc/bsk)