|

Tinjau Maktab Tua di Medan, Sekda Sabrina: Bagian Sejarah Peradaban Islam


INILAHMEDAN - Medan: Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumatera Utara Sabrina terkejut ketika mengetahui adanya bangunan maktab (madrasah) tua di Sumatera Utara. Maktab ini diyakni sebagai bagian dari sejarah peradaban Islam khususnya di Kota Medan.

"Maktab ini sudah harus dilestarikan sebagai warisan budaya dan sejarah peradaban Islam di Sumut khususnya Medan," kata Sabrina saat meninjau keberadaan maktab tersebut, Ahad (21/07/2019).

Lokasi maktab berada di kawasan kota tua. Persisnya di belakang Masjid Lama Gang Bengkok, Kelurahan Kesawan, Kecamatan Medan Barat. Masjid Lama Gang Bengkok sendiri dikenal sebagai salah satu masjid tertua di Medan. Dibangun pada 1885, usia masjid ini lebih tua dari Masjid Raya Al Mashun.

Namun nilai sejarah yang terkandung pada kawasan Masjid Lama Gang Bengkok melebihi apa yang terlihat selama ini. Di belakang bangunan masjid Lama Gang Bengkok inilah terdapat bangunan tua yang memiliki nilai sejarah perkembangan agama Islam di Kota Medan.

Bangunan tua itu bernama Maktab Islamiyah Tapanuli (MIT). Bangunan ini didirikan pada 1918 Masehi oleh masyarakat asal Tapanuli Selatan (Mandailing) di atas lahan yang diwakafkan Datuk H Muhammad Ali. Penamaan maktab merupakan lembaga pendidikan ilmu agama Islam di zaman dahulu. Kini persamaan kata itu adalah madrasah.

Maktab ini, tak hanya melahirkan banyak ulama terkenal di tanah air hingga luar negeri, di antaranya Abdul Wahab Thalib Lubis, ustadz M Yunus dan masih banyak lagi. Di madrasah inilah lahir organisasi keagamaan Al Jam'iyatul Washliyah pada 30 November 1930.

Kini bangunan tersebut tidak hanya untuk pendidikan agama dengan nama Madrasah Ibtidaiyah Al Washliyah-1, tapi juga merangkap museum Al Washliyah.

Tingginya nilai sejarah yang terkandung pada bangunan MIT ini membuat Sabrina merasa tertarik. Pada kunjungannya, Sabrina diterima pengurus madrasah Hj Murni Tanjung (Kepala MIT) dan unsur pimpinan Al Jam'iyatul Washliyah Medan seperti Dedi Suheri (Ketua Majelis Pendidikan Al Jam'iyatul Washiliyah Medan), Muaz Tanjung (pengurus mandrasah dan kepling setempat) serta pengurus lainnya, Direktur Eksekutif Lembaga Independen Pemerhati Pembangunan Sumatera Utara (LIPPSU) Azhari AM Sinik dan Direktur Perencanaan LIPPSU Sahlan Jukhri.

Sabrina sangat berterima kasih kepada para pengurus MIT yang telah menaruh perhatian besar untuk melestarikan bangunan bersejarah ini. Sabrina yakin, bangunan ini mampu mengangkat nama Sumatera Utara dalam sejarah pendidikan dan perjalanan agama Islam di tanah air.

"Kondisi bangunan dan pola mengajarnya pun harus dipertahankan, karena para siswa yang saat ini menuntut ilmu di sini juga merupakan aset museum," ujarnya.

Sabrina juga berjanji akan mencari orang yang ahli tentang museum untuk mendata persyaratan apa saja yang diperlukan sehingga MIT memenuhi syarat sebagai museum. Ia juga berterima kasih kepada Direktur Eksekutif LIPPSU Azhari AM Sinik yang telah menjadi mediator dengan pengurus MIT.

Tak hanya MIT, Sabrina juga mengaku, akan mendata seluruh hal tentang perkembangan Islam di Sumut dan akan mempublikasikannya.

"Ternyata setelah saya mendapat banyak masukan, Sumut memiliki peran teramat besar dalam perkembangan Islam di tanah air. Saya bahkan mendapat kabar bahwa manuskrip Alquran tertua ada di Sumut dan saat ini disimpan Ketua Pusat Studi Sejarah dan Ilmu Sosial Unimed, Ichwan Azhari," ujarnya.

Sementara itu Direktur Eksekutif LIPPSU Azhari AM Sinik mengajak semua pihak untuk menjaga cagar budaya di Sumut. Selama ini, ujar Azhari, kenyataan yang terjadi sangat miris, karena demi kepentingan bisni banyak heritage yang dijual atau ditukar guling.

Akibatnya, Kota Medan yang banyak memiliki bangunan bersejarah telah kehilangan identitasnya. Pemko Medan tidak pernah punya niat baik untuk menata, merawat bangunan yang memiliki nilai heritage sebagai kawasan kota tua.

"Lahirnya Kota Medan memiliki perjalanan yang cukup panjang. Julukan yang pernah diberikan terhadap Kota Medan menjadi bukti. Mulai dari Paris van Deli, Medan Kota Raya hingga Kota Medan Putri. Semua julukan itu menggambarkan bagaimana indahnya Kota Medan dalam perspektif perencanaan sedari awal. Namun semua julukan itu sedikitpun tidak tercermin pada kondisi Kota Medan saat ini. Di mana-mana hanya terlihat kesemrawutan," ujarnya. (imc/bsk)

Komentar

Berita Terkini