|

Advokat Cuaca Teger: Penyelesaian Kasus Utang Pajak Bisa Lewat PTUN


INILAHMEDAN - Medan: Advokat dan Pengacara Pajak Jakarta Cuaca Teger mengatakan upaya hukum untuk menyelesaikan kasus utang pajak dari Wajib Pajak (WP) tidak hanya melalui Pengadilan Pajak, tapi sudah dapat ditempuh melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Selama ini masyarakat wajib pajak atau konsultan pajak  mengetahui hanya melalui Pengadilan Pajak yang berwenang mengadili pembatalan utang pajak. Tapi saat ini bisa juga mengajukan pembatalan utang pajak melalui PTUN,” kata Cuaca Teger kepada wartawan di sela-sela pembukaan kantornya di CBD Polonia Blok DD 81 Medan, Selasa (21/05/2019).

Ia mencontohkan, PTUN Jakarta sudah menyatakan berwenang membatalkan ketetapan pajak senilai Rp17 miliar untuk PT PBJ dan PT IDM dengan utang pajak sebesar Rp8,7 miliar. Hal ini menjadi angin segar bagi para wajib pajak dalam menyelesaikan kasus pajaknya.

Menurutnya, terdapat loope hole pada ketentuan Pasal 36 ayat (1) b UU KUP (Ketentuan Umum Perpajakan) yang belum pernah digunakan sebagai upaya hukum mengurangi jumlah pajak terutang. Dengan menggunakan loope hole ini, dapat diajukan kembali pembatalan utang pajak melalui UU PTUN, sekali pun pernah diajukan keberatan menurut ketentuan Pasal 25 UU KUP.

Ditambahkannya, ketentuan Permenkeu (Peraturan Menteri Keuangan) No 8/PMK.03/2013 menyatakan, apabila sudah pernah mengajukan keberatan, tidak dapat lagi mengajukan pembatalan. Namun, Permenkeu tersebut tidak berlaku kepada pembatalan menurut UU PTUN.

Melalui loop hole ini, kata dia, banding atau gugatan yang telah dilakukan melalui Pengadilan Pajak dan Mahkamah Agung dapat dibatalkan lagi melalui PTUN.

“Selama ini, kebanyakan memahami yang dimaksud pengurangan pajak pada Pasal 36 ayat (1) b UU KUP. Misalnya, awalnya utang pajak sebesar Rp100, kemudian dikurangi sebesar Rp20, sisanya yang harus dilunasi sebesar Rp80,” katanya.

Perhitungan seperti ini, ujar dia, menurut UU PTUN harus dibatalkan. Artinya, walaupun benar uang pajaknya Rp80, namun akan menjadi batal semua jika dalam utang pajak ini terdapat perhitungan pemeriksa pajak yang keliru. Proses pembatalan ini dilakukan melalui PTUN dan menjadi kewenangan PTUN.

Fasilitas hukum ini tentu dapat digunakan wajib pajak, apabila dikenakan utang pajak yang dirasakan masih terlalui berat. Di sini pejabat pemeriksa pajak diminta untuk mengerti dan  mematuhi UU Perpajakan dalam pemeriksaan pajak supaya di kemudian hari tidak merugian keuangan negara.

Kelemahan ketentuan Pasal 36 ayat (1) b UU KUP ini memungkinkan SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar) yang telah dilunasi sewaktu tax amnesty yang lalu memiliki potensi hukum untuk dibatalkan melalui PTUN dan uang setoran yang telah dibayarkan ke kas negara dapat ditarik kembali.

Alasannya, tambah Teger, karena SKPKB tersebut tidak termasuk ke dalam SKPKB sebagaimana dimaksud menurut ketentuan Pasal 13 ayat (1) huruf a UU KUP dan Permenkeu Nomor 17/PMK.03/2013.

Dampak hukum lainnya, tambahnya, wajib pajak yang telah disita dan dilelang aset untuk pembayaran utang pajaknya dapat mengklaim kembali kepada negara untuk dikembalikan aset-asetnya yang telah dilelang tersebut.

“Saya menduga, banyak sekali utang pajak yang cacat hukum diterbitkan oleh KPP (Kantor Pelayanan Pajak) Pratama, sehingga perlu diberikan pencerahan kepada masyarakat dari pengenaan pajak yang cacat hukum,” ujar putra Karo ini. (imc/bsk).

Komentar

Berita Terkini