|

2019, Dinkes Sumut Targetkan Penurunan Stunting 1 Persen

Ilustrasi

INILAHMEDAN - Medan: Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (Dinkes Provsu) menargetkan penurunan stunting 1 persen di Sumut. 

Berdasarkan hasil Riskesdas untuk target penurunan stunting di tahun 2019 sebesar 31,50 persen, tahun 2020 ditargetkan 30,50 persen, di tahun 2021 ditargetkan 29,50 persen, tahun 2022 ditargetkan 28,50 persen sedangkan 2023 ditargetkan 27,50 persen.

Kepala Dinkes Provsu Agustama melalui,Teguh Supriyadi Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, mengatakan stunting atau permasalahan tinggi badan penanganannya tidaklah mudah. 

“Target penurunan hanya 1 persen sebab penurunan stunting tidak mudah. Tidak semudah permasalah gizi. Kalau permasalah gizi itu bila si anak dipastikan banyak makan disertai nutrisi yang baik maka naik berat badannya maka selesailah masalahnya,” katanya di Medan, Rabu (13/03/2019).

Dalam pencegahannya, kata dia, harus benar-benar diperhatikan 1000 hari pertama kehidupan yakni dimulai dari sejak pertama kehamilan sang ibu kemudian sesudah lahir sampai usia 2 tahun. 

"Kalau itu sudah lewat dari 1000 hari pertama maka potensi kita untuk menurunkan stunting ini juga berat,” terangnya.

Di Sumut sendiri, kata dia, punya 5 logos dari 5 kabupaten yang ditunjuk wakil presiden sebagai pusat komando untuk penanganan stunting secara nasional. 

“Yakni Simalungun, Langkat, Padang Lawas, Nias Utara dan Gunung Sitoli. Lima kabupaten ini menjadi gambaran bagaimana stunting yang terintegrasi yang sudah terkoordinir atau untuk penanganan stunting di Sumut,” katanya.

Berdasarkan data yang diperoleh dari basic dara PSG 2017 angka stunting tertinggi di Sumut berada di Nias Barat 45,70 persen, lalu Nias dengan 41,57 persen disusul Nias Utara 41,60 persen, Humbahas 41,50 persen da Palas 40,47 persen.

Adapun penyebabnya stunting yakni karena asupan gizi kronis yang berkepanjangan. Kemudian selebihnya ada pendekatan penyebab yang tidak langsung seperti air bersih, jamban, termasuk ketersedian pangan, keamanan pangan dan peran sektoral lainnya.

“Faktor lainnya selain gizi kronis berupa penyakit infeksi yang berulang, diare menyebabkan kerusakan sistem penyerapan nutrisi di usus sehingga penyerapannya tidak optimal. Lalu cacingan. Ada juga faktor ekonomi dan lainnya,” pungkasnya. (imc/fat)
Komentar

Berita Terkini