|

FMPB dan Jaga Marwah akan Demo di KPK Soal LHKPN Bupati Simalungun

Gedung KPK di Jakarta.(foto: dok) 

INILAHMEDAN - Medan: Pimpinan Pusat Forum Mahasiswa Peduli Bangsa (FMPB) Sumatera Utara dan Jaringan Masyarakat Bawah (Jaga Marwah) dipastikan menggelar unjuk rasa di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. 

Aksi unjuk rasa yang tergabung dalam koalisi bersama ini mengenai dugaan kasus tindak pidana korupsi di Pemkab Simalungun, Sumatera Utara dan isu pencemaran lingkungan atas keberadaan peternakan babi miliki PT Allegrondo Nusantara yang dinilai bertentangan dengan Perda No 10 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pemkab Simalungun tahun 2011-2031.

Ketua Umum FMPB Sumut M Ritonga dan Ketua Umum Jaga Marwah Edison Tamba mengatakan aksi unjuk rasa akan mereka gelar di KPK pada Kamis (11/07/2024). 

"Kami akan meminta KPK melakukan audit investigasi, memohon PPATK melakukan audit terkait sejumlah proyek di Pemkab Simalungun yang berpotensi korupsi dan merugikan keuangan negara," kata Edison Tamba, Senin (08/07/2024). 

Tak hanya itu, lanjut Edoy sapaan akrab Edison Tamba, juga mengenai dugaan harta tidak wajar milik Bupati Simalungun yang belum dilaporkan ke Lembaga Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) berupa kepemilikan rumah mewah di Simalungun dan peternakan ayam di Bosar Maligas Simalungun.

"Berdasarkan LHKPN pejabat tersebut 2019-2023 ada sejumlah harta bergerak dan tidak bergerak diduga milik Bupati tetapi tidak terlapor di LHKPN. Contoh rumah dan mobil mewah seperti Rubicon dan land cruiser" Tegasnya. 

Selain itu, kata Edoy, adanya permasalahan yang berpotensi pada gratifikasi terhadap Perda Tata Ruang Pemkab Simalungun yang menyebutkan lahan peternakan milik PT Algerindo Nusantara masuk dalam kawasan permukiman dan bukan perternakan. 

Terlebih lagi soal berdirinya sebuah bangunan besar berukuran 600 meter dengan ketinggian mencapai 15-20 meter diduga tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) di lahan PT Algerindo Nusantara di Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun. 

"Aneh, jika melanggar Perda Tata Ruang kenapa Pemkab tidak mengeksekusi serta melakukan penyegelaan. Terlebih lagi soal bangunan megah diduga tanpa IMB," katanya. 

Kedua aktivis ini juga meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menindaklanjuti terkait dugaan pencemaran lingkungan karena peternakan berada di kawasan Danau Toba. 

PT Algerindo Nusantara juga diduga melakukan pengolahan limbah metana yang berasal dari kotoran hewan, namun perusahaan itu hanya memiliki izin UKL-UPL dan tidak mengantongi kajian AMDAL. 

"Dengan lahan peternakan babi yang begitu besar, kami khawatir terjadinya pencemaran lingkungan. Dan herannya, izin lingkungan yang dikantongi perusahaan itu hanya izin UKL-UPL bukan AMDAL," sebutnya.(imc/bsk) 

Komentar

Berita Terkini