|

Masalah Sampah Tidak Tuntas Jadi PR Pemko Medan

Praktisi lingkungan Umar YR Lubis. (foto: ham) 

INILAHMEDAN - Medan: Permasalahan sampah di Kota Medan yang tidak tuntas sampai saat ini terus menjadi salah satu sumber pencemar bagi lingkungan baik dari lindi yang belum terkelola dengan baik, maupun gas metana yang dihasilkan oleh pembusukan dari sampah tersebut. 

Demikian dikatakan praktisi lingkungan Umar YR Lubis di Medan Senin (03/06/2024). 

Menurutnya, sampah yang masih merupakan pekerjaan rumah (PR) bagi Pemko Medan ini belum tuntas, meskipun sudah menerapkan sanitary landfil untuk TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Menurut Umar, Sanitary Landfil adalah cara menyembunyikan sampah, bukan penyelesaian sampah secara tuntas, dan untuk itu juga diperlukan lahan yang luas.

"Contoh pencemaran yang terjadi itu yang diakibatkan air lindi yang tidak terkelola dengan baik. Apakah Instalasi Pengolahan Lindi (IPL) nya dapat menampung air sampah yang ada di TPA Terjun tersebut? Belum lagi kapasitas IPLnya, apakah dapat mengelola lindi sampah tersebut di saat musim penghujan?" kata Umar.

Jadi, tambah Umar, pada saat ini pengelolaan dan penanganan sampah yang dilakukan Pemko Medan dengan konsep KUMPUL, ANGKUT dan TIMBUN atau sembunyikan yang hasilnya adalah pencemaran, baik terhadap tanah, air dan udara dan pencemaran itu ada sanksinya, sebagaimana terdapat dalam UU N0.32 tahun 2009 tentang PPLH. 

"Yang disayangkan lagi adalah sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga yang dikumpulkan tersebut membuat pencemaran dan masyarakat ikut terlibat dalam pencemaran akibat dari sampah yang tidak tuntas pengelolaannya," tambah Umar.

Jika dilihat pada UU No 18 tahun 2018 pada Pasal 32 ayat (1) Bupati/Wali Kota dapat menerapkan sanksi administratif kepada pengelola sampah yang melanggar ketentuan persyaratan yang ditetapkan dalam perizinan. 

Ayat (2) sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. paksaan pemerintahan; b. uang paksa; dan/atau; c. pencabutan izin. 

"Nah berdasarkan pasal tersebut, di TPA Terjun itu telah terjadi pencemaran, jika terjadi pencemaran maka tidak sesuai dengan perteknya, dan fungsi TPA sebagai tempat pemrosesan akhir untuk mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman tidak tercapai, kenapa dibiarkan?," katanya. 

Umar menyayangkan jika masyarakat Kota Medan harus menanggung risiko dari pencemaran yang diakibatkan sampah, dan dimintai retribusi untuk pencemaran tersebut. 

"Inilah salah satu PR Wali Kota saat ini, jadi masalah belum tuntas kok mau naik kelas, ini sama saja dengan meninggalkan tanggung jawab," tandas Umar.

Selain itu, Perda No 6 tahun 2016 tentang sampah juga tidak berjalan. Hal ini dapat dilihat masih banyak sampah di dalam parit maupun di dalam sungai-sungai yang ada di Kota Medan. 

"Artinya masih banyak masyarakat Kota Medan yang membuang sampah sembarangan, padahal di dalam perda tersebut ada sanksi bagi yang membuang sampah sembarangan, bukan hanya di sungai," jelasnya.

Pada kesempatan tersebut Umar mengingatkan kepada Wali Kota Medan bahwa untuk naik kelas itu harus bisa menyelaikan PR soal sampah dengan baik. (imc/ham)



Komentar

Berita Terkini