|

Filosofi Panjat Pinang di HUT ke-77 RI: Pulih Lebih Cepat Bangkit Lebih Kuat

Perlombaan Panjat Pinang (foto: net) 


Filosofi perlombaan Panjat Pinang pada HUT ke-77 RI bagian tidak terpisah  dari perjalanan bangsa. Pulih Lebih Cepat Bangkit Lebih Kuat menjadi realita hidup pada filosofi itu.


Darwis, 14 tahun, belum sepenuhnya pulih dari sakit. Bocah bertubuh bongsor ini coba mengayun-ayunkan tangannya - mirip gerakan pemanasan - agar lebih lentur.

"Biar gak kaku aja," katanya.

Lima belas menit kemudian dari arah dapur, ibunya, Misnawati, 45 tahun, muncul membawa segelas teh manis hangat berikut sarapan. "Minum dulu, biar ada tenaganya besok," kata Misnawati.

"Iya, ntar lagi," jawab Darwis sambil mengangguk.

Darwis memelankan gerakan pemanasannya. Wajahnya sudah bercucur keringat pada pagi yang cerah itu.

Darwis bersama lima temannya memang sudah mengambil ancang-ancang untuk ikut sebagai peserta perlombaan Panjat Pinang di lingkungan tempat tinggalnya. Memang saban tahun, pemuda setempat menyemarakkan HUT ke-77 Kemerdekaan RI. 

Darwis dan rekan-rekannya sudah punya strategi-strategi untuk sampai ke puncak meraih hadiah. Darwis yang postur tubuhnya lebih besar memang dipersiapkan menjadi penopang (pondasi) bagi lima temannya untuk naik ke puncak. 

"Bahunya (Darwis) jadi tempat kami berpijak. Mudah-mudahan kami bisa bawa pulang banyak hadiah," tutur temannya, Erwin, 13 tahun, yang pagi itu bertandang ke rumah Darwis.

"Rumah kami kan bersebelahan," ujar Erwin. 

Keesokan harinya, perlombaan Panjat Pinang dimulai. Sore itu, Darwis dan konco-konconya sudah berada di lokasi. Orang-orang juga sudah pada ramai. Tempik sorak penonton - disertai gelak tawa - bergemuruh menyemangati tim-tim Panjat Pinang yang jatuh bangun berjuangan meraih hadiah. Wajah-wajah yang belepotan minyak gemuk (oli), menjadi hiburan menarik penonton. Pantang menyerah.

Giliran tim Darwis memasuki arena. Darwis mulai atur posisi. Batang pinang yang dilumuri oli dipeluknya erat. Setelah memastikan kuda-kudanya cukup kuat, giliran temannya Erwin memanjat dan memantapkan posisinya di bahu kanan dan kiri Darwis. Lalu disusul dua temannya yang naik bergantian. Terakhir, temannya yang tubuhnya lebih kecil bergegas naik. Ketika hendak memijak bahu temannya yang paling atas, Darwis mulai goyang. Beban tubuh teman-temannya yang berat membuat bahunya melorot. Kelucuan pun terjadi. Tiba-tiba pantat Darwis menonggek. Darwis terus bertahan. Adegan itu membuat mimik wajahnya menjadi lucu. 


Sorakan penonton terus menyemangati diselingi gelak tawa. Dan akhirnya, tim Darwis gagal di awal perlombaan. Giliran tim lain mencoba. "Huh! Ya udah. Kita coba lagi," kata Darwis dengan nafas tersengal karena kelamaan menahan beban tubuh teman-temannya. 

"Kita harus lebih cepat naik ke atas. Jangan buang-buang tenaga. Kelen pikirnya aku Superman," sambung Darwis mengevaluasi apa yang sudah mereka lakukan barusan.


                                                                                                     ***


Perlombaan Panjat Pinang, memang sudah menjadi tradisi tahunan bagi masyarakat Indonesia setiap kali merayakan HUT Kemerdekaan RI. Namun perlombaan ini bukan sembarangan hiburan semata. Di sana ada mengandung nilai-nilai filosofi. Seperti gotong royong, saling menyemangati, kerja keras dan tekun, kesabaran, dan memperkuat rasa saling mempercayai.

Lima nilai filosofi itu kalau dirunut dari sejarahnya, merupakan nilai-nilai yang sudah tertanam lama di hati rakyat Indonesia. Semangat nilai-nilai ini jualah yang terus menggelora di dada anak bangsa dalam mengisi kemerdekaan setelah terlepas dari belenggu penjajah. Panjat Pinang menjadi simbol pemicu semangat bagi masyarakat untuk mencapai cita-cita luhur dalam kehidupan. 

Filosofi perlombaan Panjat Pinang, yang sudah menjadi nilai-nilai luhur bangsa, kini menjadi sebuah realita yang begitu kentara dan menjadi tonggak bagaimana Indonesia mampu menjadi bangsa yang kuat di era digitalisasi saat ini. Semangat gotong-royong pada filosofi perlombaan 

Panjat Pinang sudah menjadi cerminan sikap saling bekerja sama. Terlebih bagaimana bangsa ini berupaya memulihkan diri lebih cepat dari krisis global yang babak belur dihantam wabah pandemi Covid-19. Sikap kerja sama tim dari lingkup yang cukup kecil: Panjat Pinang, ternyata teraplikasi dalam lingkup yang lebih luas dan besar dan tentu saja menjadi acuan semangat pemimpin bangsa dalam melepaskan diri dari penjajahan 'pandemi'.

'Pulih Lebih Cepat Bangkit Lebih Kuat' adalah kondisi yang sangat relevan pada peringatan HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia. Di mana cerminan kerja sama dan semangat gotong royong - yang terkandung dalam filosofi Perlombaan Panjat Pinang - begitu hidup dalam upaya bangkit setelah dua setengah tahun bangsa ini hubar-habir dihantam wabah pandemi. Dampak dari nilai kegotongroyongan ini, perekonomian nasional pulih lebih cepat. Lalu bangsa ini mengejar ketertinggalannya dari beragam aspek, baik ekonomi, sosial dan kebudayaan dan bangkit lebih kuat.

Melihat perjalanan bangsa dua tahun belakangan ini, pemerintah memang begitu gencar bersosialisasi - tentu saja menggandeng media baik televisi, cetak, dan media digital (media online) - agar masyarakat menaati aturan-aturan protokol kesehatan dalam menghempang serangan pandemi. 

Sosialisasi yang dilakukan pemerintah - tanpa batas ruang dan waktu itu -  sasaran utamanya untuk menyemangati rakyatnya agar termotivasi menjalankan aturan-aturan yang ketat agar terhindar dari ancaman global itu (pandemi). Filosofi Panjat Pinang 'Saling Menyemangati' juga tergambar jelas dalam arti yang lebih luas dalam menghadapi serangan pandemi. 

Sebab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, memang diperlukan saling ingat-mengingatkan dan saling menyemangati untuk meraih suatu tujuan - yang pada fase ini - rakyat terbebas dari pandemi dan kembali menggeluti kehidupan normal. 

Ketekunan dan kerja keras juga bagian terpenting bagi bangsa Indonesia untuk mencapai tujuannya. Untuk menggeliatkan kembali perekonomian nasional yang terpuruk, kerja keras dan ketekunan menjadi bagian yang cukup penting. Bangsa ini cukup sadar, untuk mencapai tujuan mulia bukan perkara mudah. Tapi bangsa ini percaya kerja keras dan tekun adalah trasnportasi penting untuk mengantarkannya ke arah sana. Perlombaan Panjat Pinang juga mengajarkan itu secara filosofi. Karena saat memanjat, sangat dibutuhkan tenaga ekstra dan ketekunan. Tim Panjat Pinang sadar betul untuk mendapatkan hadiah bukan perkara mudah. Butuh kerja keras, ketekunan dan pantang menyerah.

Ketekunan dan kerja keras juga sangat selaras dengan kesabaran. Rentang dua tahun lebih dihantam gelombang pandemi, kesabaran pemimpin bangsa bersama rakyatnya sebenarnya sudah teruji. Sebab kerja keras tanpa kesabaran bukan hal yang berarti. Kesuksesan tidak akan pernah diraih tanpa ada kesabaran. 

Pada perjalanan bangsa ini dua tahun belakangan misalnya. Jika nilai-nilai kesabaran memudar di diri pemimpin bangsa dan rakyatnya saat menghadapi krisis global, mungkin situasi yang sulit dibayangkan bisa saja muncul. Kesabaran - yang menjadi bagian filosofi Panjat Pinang - ternyata sudah terbangun sejak lama di diri anak bangsa. Kesabaran yang paling teruji adalah bagaimana bangsa ini - yang dijajah ratusan tahun - dan akhirnya terbebas dari belenggu penjajahan Belanda. 


Kesabaran yang sudah teruji inilah yang akhinya membuat Bangsa Indonesia memenangkan 'percaturan' dalam kepungan pandemi. Langkah-langkah cepat dengan formasi saling mendukung cukup kuat menahan badai pandemi. Jika saat itu kesabaran menipis, tentunya akan muncul sikap depresi yang bermuara pada sikap apatis akut. Dan tentu saja tujuan-tujuan mulia bangsa untuk menapakinya ke depan mandek di tengah jalan. Tapi kesabaran akhirnya tidak membohongi hasil. 


Sikap saling mempercayai juga sangat mengakar dalam perjalanan bangsa ini. Jauh sebelum gempuran pandemi, sikap saling mempercayai satu sama lain memang sudah terbentuk di diri para pemimpin bangsa dan rakyatnya. 

Bahkan gempuran pandemi malah makin memperkuat rasa saling mempercayai sesama anak bangsa. Rasa saling percaya sesama komponen bangsa dan sesama perangkat negara bertumbuh-tumbuh bahwa melawan pandemi jangan sampai ada sikap curiga dan mencurigai. 


                                                                                                     ***


Pandemi Covid-19 memang mengingatkan dan mengajarkan banyak hal. Hal terpenting adalah bagaimana bangsa ini keluar dari serangan wabah global dan memulihkan segala sesuatu yang sempat rontok dihantam wabah. Indonesia akhirnya mampu. Dan kini terus memulih dan berdiri tegak lebih kuat untuk kembali berlari kencang. 

Termasuk juga bagi Tim Darwis. Pada perlombaan Panjat Pinang di kampungnya itu, strategi-strategi pemenangan meraih hadiah sudah mereka rancang. Pada tahapan selanjutnya Tim Darwis mulai memetik hasil. Semangat Pulih Lebih Cepat Bangkit Lebih Kuat menjadi acuan mereka. Satu persatu hadiah yang tergantung di puncak batang Pinang mereka petik. Tempik sorak penonton bergemuruh. 

Sore menjelang Magrib. Hadiah terakhir di puncak batang Pinang mereka petik. Ketika hendak mengakhiri, dari sela kerumunan penonton, Misnawati, ibu Darwis, berteriak keras.

"Jangan lupa kibarkan Bendera Merah Putihnya. Itu tujuan akhir kalian sebagai pemenang," teriak Misnawati kepada rekan Darwis yang berada di puncak. Merah Putih berkibar-kibar. Aplus tepukan tangan para penonton bergemuruh.(bambang sri kurniawan)



Tulisan ini diikutsertrakan pada perlombaan Karya Tulis PWI Sumut dalam menyemarkkan HUT ke-77 Kemerdekaan RI

Komentar

Berita Terkini