|

LBH Medan: Polisi Masih Jauh dari Profesional, Proporsional dan Prosedural

Oknum polisi yang melakukan pengamanan aksi unjuk rasa mahasiswa di depan kantor Bupati Tangerang, terlihat membanting salah seorang mahasiswa peserta unjuk rasa, Rabu (13/10/21). (imc/dok) 

INILAHMEDAN
- Medan: Pihak Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menyatakan viralnya video pembantingan terhadap seorang mahasiswa peserta aksi unjuk rasa yang dilakukan oknum aparat kepolisian membuktikan Polri masih jauh dari profesional, proporsional dan prosedural. 

"Tindakan represif kepolisian kembali terulang hal tersebut terjadi ketika aksi demonstrasi damai yang dilakukan himpunan mahasiswa Tanggerang (Himata) di depan kantor bupati Tanggerang pada tanggal 13 Oktober 2021. Dimana telah beredar dimasyarakat luas videonya," kata Wakil Direktur LBH Medan Irvan Sahputra dalam siaran persnya di Medan, Kamis (14/10/2021). 

Ia menyebutkan bahwa video seorang oknum polisi yang diketahui berpangkat Brigadir dengan inisial NP diduga secara tidak manusiawi membanting salah satu mahasiswa yang berinisial MFA. 

Usai melakukan perbuatannya tersebut oknum polisi yang bersangkutan diduga meninggalkan MFA begitu saja tanpa menghiraukan MFA yang saat itu kejang-kejang. 

Dan atas kejadian pembantingan itu pihak Kepolisian Resort Tanggerang bersama Kapolda Banten telah menyampaikan permintaan maafnya kepada MFA yang dilakukan di Polres Tanggerang.

Tidak hanya tindakan represif itu saja, tambahnya, saat ini di Medan juga terjadi tindakan yang diduga tidak profesional, proporsional dan prosedural yang dilakukan oleh pihak Polsek Percut Sei Tuan terkait penetapan status tersangka terhadap seorang pedagang wanita yang berinisial LG. 

Padahal LG merupakan korban dugaan tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama oleh para preman. Di mana satu di antaranya berinisial BS telah ditangkap dan ditahan serta dua lagi sedang dilakukan pengejaran.

Buntut atas dugaan tidak profesional, proporsional dan prosedural tersebut, Polsek Percut Sei Tuan, Polda Sumut melalui Kabid Humas Kombes Hadi Wahyudi menyampaikan secara tegas jika Kapolsek dan Kanit Reskrim Percut Sei Tuan telah dicopot dari jabatannya. Adapun pencopotan tersebut merupakan bentuk evaluasi dan audit dari pimpinan Polri.

"Jika saja para oknum polisi menaati aturan hukum yang berlaku dan kode etik kepolisian secara baik dan benar maka, secara tidak langsung tindakan para oknum tersebut dikualifisir merusak program Jenderal Kapolri Listyo Sigit yang mengedepankan Presisi (Prediktif, Responsibilitas, Transparan dan Berkeadialan)," jelasnya. 

Oleh karena itu, menurut penilaian LBH Medan bahwa tindakan Brigadir NP yang telah meminta maaf atas perbuatannya kepada MFA tidak cukup. Begitu juga dengan pencopotan Kapolsek dan Kanit Reskrim Polsek Percut Sei Tuan. 

Seharusnya dalam hal ini ada tindakan tegas dari Kapolri terhadap para oknum kepolisian itu yakni dengan melakukan proses secara pidana dan Kode Etik Kepolisian. 

" Jika hal ini tidak dilakukan menurut LBH Medan bahwasanya Kepolisian Republik Indonesia akan membuat masyarakat semakin turun kepercayaan terhadap aparat penegak hukum yang seharusnya menaati aturan dan menegakkan hukum, bukan malah sebaliknya," imbuhnya.  

Ia mengatakan pula adapun tindakan tegas tersbut sebagai peringatan keras terhadap polisi lainnya agar tidak melakukan hal yang sama.

" Tindakan Brigadir NP, Kapolsek dan Kanit Reskrim Percut Sei Tuan tersebut diduga telah melanggar UUD 1945 pasal 28 A, 28 I, KUHPidana, UU No 39/1999 tentang HAM, Undang-Undang Nomor 2/2002 tentang Kepolisian, Kode Etik Kepolisan dan Deklarasi Universal HAM (DUHAM)," tegasnya.  (imc/joy) 


Komentar

Berita Terkini