|

Diduga Korban Kriminalisasi, Herawaty Tersangka Kasus Pinjam-Meminjam Uang

Herawaty berstatus tersangka diduga korban kriminalisasi peminjaman uang. (foto : dok)  

INILAHMEDAN
- Medan : Herawaty, isteri dari Suwito Lagola mantan petinju juara dunia kelas Welter World Boxing Federation (WBF), diduga telah menjadi korban kriminalisasi dalam kasus pinjam meminjam uang. 

Pasalnya, kini dirinya telah pula ditetapkan sebagai tersangka di Polres Langkat atas laporan dari oknum KK selaku kreditur dengan LP Nomor : LP/103/II/2020/SU/LKT tertanggal 10 Februari 2020.   

" Atas dugaan kriminalisasi tersebut LBH Medan meminta kepada Kapolres Langkat untuk menghentikan perkara a quo. Karena kita menduga penetapan status tersangka terhadap Herawaty itu telah melanggar pasal 28D, pasal 28I Ayat (2) UUD 1945, pasal 3 Ayat (2) dan (3) UU No 39/1999 Tentang HAM, KUHAP. Juga pasal 7 DUHAM dan UU No 12/2005 tentang pengesahan ICCPR," ujar Wakil Direktur (Wadir) LBH Medan Irvan Sahputra didampingi Marselinus Duha dalam siaran pers di Medan, Senin (25/10/21). 

Menurutnya, dugaan tindak pidana penipuan sebagaimana yang termaktub dalam pasal 378 KUHPidana, pihaknya menilai bahwa penetapan status tersangka terhadap Herawaty oleh Polres Langkat sangat keliru dan diduga menyalahi aturan hukum yang berlaku. 

Dalam kasus itu, katanya, bagaimana mungkin Herawaty yang bukan peminjam dan tidak pernah menerima uang dari KK dijadikan sebagai tersangka. 

" Hal ini jelas bertentangan dengan hukum yang berlaku. Anehnya lagi, terkait pinjam meminjam yang notabenenya adalah ranah hukum perdata, diduga dipaksakan jadi ranah pidana," sebutnya. 

Apalagi, tambahnya, ketika diperiksa penyidik pembantu di Polres, Herawaty berulang kali dimintai untuk berdamai kepada KK dengan cara membayar pinjaman itu.  

" Atas adanya kejanggalan tersebut, diduga Herawaty merupakan korban kriminalisasi. Padahal yang dituduhkan terhadapnya tidak pernah dilakukannya," ucapnya.

Disebutkan, kasus itu berawal dari laporan KK yang merupakan pemberi pinjaman uang (kreditur) kepada suami isteri berinisial D dan Y selaku debitur sekira pada 2018. 

Dimana sebelum pinjaman diberikan diduga terlebih dahulu KK meminta syarat berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) kepada D dan Y sebagai jaminan. 

Diketahui, D dan Y mendapatkan pinjaman yang sebelumnya meminta bantuan dari Herawaty yang berperan sebagai penghubung kepada KK. Adanya permintaan bantuan tersebut, Herawaty menghubungi tim survei (anggota KK) berinisial DM dan ES. 

Kemudian DM dan ES bersama dengan Herawaty mendatangi rumah Y untuk membicarakan teknis dan syarat peminjaman uang. Dan disepakati pinjaman uang sebesar Rp 150.000.000 (Seratus Lima Puluh Juta Rupiah). 

Dengan syarat awal berupa KTP dan foto kopi SHM Nomor : 131 tertanggal 01 Juli 1991 an Darnan yang diterbitkan oleh BPN Langkat yang terlebih dahulu dilakukan surve/pengecekan atas persyaratan terhadap D dan Y itu. 

Usai surve, selanjutnya sekira 25 Juni 2018 dilakukanlah pencairan di Bank Sumut Syariah Jalan KH Zainul Arifin Stabat Baru, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat sebesar Rp 150.000.000 oleh KK kepada D dan Y. 

Yang sebelumnya dipotong bunga 10% diawal sesuai kesepakatan perjanjian peminjaman antara D dan Y dengan KK sehingga yang diterima oleh D dan Y hanya Rp 135.000.000.

Selanjutnya, Herawaty, D, Y, DM dan ES kemudian bertemu di Stabat City untuk diberikan komisi sebagaimana perjanjian awal kesepakatan antara mereka yaitu 10% dari hasil uang pinjaman. 

Uang komisi diserahkan oleh Y kepada DM Rp 15.000.000. Kemudian DM membagikan komisi kepada Herawaty Rp 3.750.000.

Pasca pencairan D dan Y tidak pernah membayar cicilan pinjamannya itu kepada KK dengan alasan tidak sanggup. Sehingga diduga tim surve mendatangi dan mengancam Herawaty agar utang tersebut dibayar oleh Herawaty. 

" Jika tidak dibayar, maka akan dilaporkan ke polisi. Padahal faktanya bukan Herawaty yang melakukan peminjaman," tuturnya. 

Karena terus diancam, Herawaty ketakutan lalu membayar utang tersebut kepada KK melalui DM dan ES sebayak 2 kali yaitu pertama sebesar Rp 9.000.000 melalui BRI Link dan yang kedua Rp 5.000.000. 

" Tetapi dengan tidak dibayarkannya cicilan tersebut oleh D dan Y, maka KK melaporkannya ke Polres Langkat," ujarnya.  

Atas laporan tersebut diduga D dan Y telah ditetapkan sebagai tersangka. Seiring berjalannya penyidikan, Polres Langkat juga menetapkan Herawaty karena diduga turut serta melakukan tindak pidana penipupan (378 jo 55 KUHPidana).

" Oleh karena itu LBH Medan menduga adanya kejanggalan atas penetapan tersangka terhadap Herawaty," pungkasnya. (imc/joy)  


Komentar

Berita Terkini