|

Kasus Tersangka/Korban Yati Uce Sungguh 'Miris' Ini Kata LBH........


INILAHMEDAN - Medan : 'Miris', kata itu yang pantas terlontar dari kasus Yati Uce (seorang wanita) pekerja di PT AASR/SPBU H ANIF yang telah menjadi korban penganiayaan lalu berstatus tersangka di Polrestabes Medan.

Pasalnya, ia diduga telah melakukan penggelapan uang perusahaan sebagaimana diatur dalam pasal 372 jo 374 KUHPidana berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/1107/K/V/2020/Restabes Medan oleh Fasial dengan korbannya KA selaku Direktur Utama PT AASR/SPBU H ANIF.

" Seharusnya pihak kepolisian dalam menegakkan hukum yang benar berdasarkan keadilan dan kepastian hukum. Artinya, jangan ada tebang pilih dan diskriminasi dalam menegakkan hukum," ujar Wakil Direktur LBH Medan Irvan Saputra dalam keterangan pers tertulis tentang kasus tersebut,  yang diterima Inilahmedan.com, Selasa (12/05/20).

Dalam kasus itu, pihaknya menerima pengaduan dari suami korban/tersangka bahwa Yati Uce adalah seorang kasir yang telah bekerja selama 5 bulan di SPBU H Anif Jalan H Anif, Desa Sampali Cemara, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.

Akibat dituduh melakukan perbuatan penggelapan, Yati Uce mengalami pemukulan/kekerasan dibagian pelipis mata kanan, tunjangan dibagian badan, cekikan dan pukulan dibagian kepala yang dilakukan MK alias D dan KA selaku Direktur Utama PT AASR. 

" Kita meminta kepada pihak Kepolisian Resor Kota Besar Medan segera memproses laporan tersangka sekaligus korban untuk menegakkan asas hukum 'Equality Before the Law', yaitu semua sama dimata hukum demi terciptanya keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat khususnya terhadap diri tersangka yang juga menjadi korban penganiayaan," tegasnya.

Ia juga menilai dalam kasus tersebut mestinya Kepolisian Resor Kota Besar Medan jangan menegakkan hukum dengan membeda-bedakan status sosial antara simiskin dan sikaya.

" Artinya jika sikaya yang menjadi korban proses hukumnya sangat cepat/kilat dilakukan dan sebaliknya jika simiskin yang menjadi korban/tersangka proses penegakan hukum berbeda dengan penegakan hukum terhadap sikaya," paparnya.

Disamping itu, turut disayangkan pula tindakan penegakan hukum yang dilakukan pihak kepolisian diduga tidak sesuai prosedur proses hukum yang berlaku. 

" Yakni dari upaya paksa terhadap korban yang juga tersangka itu, ditangkap tanpa surat penangkapan dan penahanan. Dimana penangkapan dilakukan pada 4 Mei 2020 dan penahanan juga dilakukan pada tanggal sama," sebutnya.

Lalu suami korban ditelepon penyidik pembantu untuk mengambil surat SP KAP dan SP HAN, tapi ditolaknya dan surat tersebut dititipkan kepada kepala lingkungan.

Oleh karena itu LBH Medan merasa ada perlakuan hukum yang tidak lazim dari Kepolisan Resort Kota Besar Medan.

" Kita meminta Kapolrestabes berserta jajarannya untuk berlaku adil terhadap korban/tersangka dengan cara menegakkan hukum yang benar berdasarkan keadilan dan kepastian hukum," tukasnya. (imc/joy)

Komentar

Berita Terkini