|

Keluarnya Surat Kapolri Soal Penanganan Korupsi Diapresiasi


INILAHMEDAN - Jakarta : Kapolri Jenderal Idham Azis menerbitkan surat telegram bernomor ST/3388/XII/HUM.3.4./2019 tertanggal 31 Desember 2019. Dalam telegram itu, ada 15 poin instruksi soal penanganan tindak pidana korupsi pada pemerintah daerah.

15 poin ini dibagi ke dalam tiga hal. Pertama, terkait dengan penanganan laporan atau pengaduan masyarakat yang berindikasi tindak pidana korupsi pada penyelenggaraan pemerintah daerah.

Kedua, terkait dengan pelaksanaan pencegahan, pengawasan dan penanganan permasalahan dana desa dan ketiga, instruksi dalam melaksanakan upaya pencegahan, penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi yang lebih profesional dan berintegritas.

" Oleh karenanya, surat Kapolri ditujukan untuk seluruh Kapolda merupakan tindakan konsolidasi yang perlu diapresiasi. Utamanya dalam hal pencegahan korupsi dana desa, sekaligus proses pengawasan pembangunan daerah dalam hal pemanfaatan dana desa secara optimal," ujar Ibnu Sina Pakar Hukum Tata Negara di Jakarta, Sabtu (11/01/20).

Ia mengapresiasi surat yang dikeluarkan Kapolri tersebut terutama sekaitan dengan pengawasan dana desa. Dimana pada era Presiden Joko Widodo saat ini sangat besar untuk membangun Indonesia.

Surat Kapolri tersebut harus dipahami sebagai bentuk konsolidasi kelembagaan dan turut serta dalam pencegahan tindak pidana korupsi dana desa itu sendiri.

Hal ini, kata dia, menunjukkan bahwa Idham Azis menjadi salah satu pilar dalam menyukseskan program Jokowi membangun Indonesia dari pinggiran dengan gagasan Indonesia sentris-nya.

Ia menjelaskan bahwa potensi korupsi dana desa ditenggarai dimungkinkan dalam beberapa tahapan. Yakni pada tahap pendistribusian hingga tahap pertanggungjawaban.

Untuk tahapan pendistrisbusian potensi permasalahan yang muncul dari pemerintah kabupaten/kota kepada kepala desa antara lain adanya pemotongan, sejumlah proyek pesanan atau hanya dibagikan untuk para pendukung bupati/partai politik tertentu.

Di tahap pengelolaan, dana desa dikelola sendiri oleh kepala desa. Dana desa itu dikelola sendiri oleh kepala desa tanpa melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan di desa atau hanya melibatkan tim sukses kepala desa.

Di tahap pemanfaatan bisa terjadi mark-up di sana-sini. Seperti biaya honorarium, proyek fiktif, pengurangan volume pekerjaan, proyek asal jadi atau tidak sesuai kebutuhan masyarakat.

Begitu pula tahapan pertanggungjawaban keuangan. Keterlambatan penyampaian laporan pertanggungjawaban, laporan pertanggungjawaban tanpa dilengkapi bukti dan dokumentasi.

" Berbagai faktor ini menjadi tingginya probabilitas korupsi di sektor desa," katanya.

Menurutnya, karena minimnya pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan pengawasan anggaran desa. Tidak optimalnya lembaga-lembaga desa seperti Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

" Terbatasnya kompetensi kepala desa dan perangkat desa dan tingginya biaya politik pemilihan kepala desa," jelasnya.

Tindakan konsolidasi kelembagaan perlu dilakukan untuk penyamaan persepsi dan dalam rangka penegakkan hukum yang tetap dalam koridor menyesuaikan dan menyeimbangkan tujuan hukum yaitu kepastian, kemanfaatan dan keadilan.

" Di saat yang bersamaan surat tersebut juga bermanfaat bagi sebagai sosialisasi kegiatan pengawasan agar terhindar dari niat jahat terkait korupsi dana desa itu sendiri," tukasnya. (rel/joy)
Komentar

Berita Terkini