|

Kasus Kekerasan Terhadap Anak Terulang di Tobasa

Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait

INILAHMEDAN - Tobasa: Kasus kekerasan seksual kembali terulang di Bonapasogit, Tobasa. Korbannya remaja putus sekolah berininisal NY (14).

Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan dalam kasus itu terduga merupakan seorang calon kepala desa berinisial TP (53).

"Pelaku menjalankan aksi bejatnya bermodalkan bujuk rayu dan janji," kata Arist Merdeka Sirait dalam siaran persnya, Sabtu (23/11/2019).

Pelaku melakukan intimidasi serta pemaksaan dengan ancaman kekerasan untuk melakukan persetubuan. Menurut pengakuan korban, aksi bejat pelaku dilakukan di rumah korban saat kedua orangtua korban bekerja.

"Kejahatan seksual yang dilakukan pelaku secara sadar dan berulang terhadap korban sudah 12 kali," jelasnya.

Ia mengatakan setiap usai melampiaskan nafsu bejatnya,  pelaku selalu memberi uang kepada korban dan adik korban sebesar Rp2.000 sembari mengancam untuk tidak memberitahukan kepada siapapun termasuk kepada orangtuanya.

Selain itu, kata Arist, setiap pelaku hendak melampiaskan nafsu bejatnya, korban selalu dipaksa dan dijanjikan dibebaskan untuk tidak membayar ongkos (sewa) rumah.

Tidak tahan atas perlakuan pelaku, korban dan adiknya memberitahukan peristiwa itu kepada kedua orangtuanya. Ibu korban, S (32) lalu melapor ke Polres Tobasa. "Laporannya saat ini sedang di proses," jelasnya.

Sesuai dengan ketentuan pasal 82 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) UU RI Nomor 17/2016 tentang Penerapan PERPU Nomor 01/2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak junto UU RI Nomor 35/2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23/ 2002 tentang Perlindungan anak dan pasal 292 KUHPidana.

"Saya menilai perbuatan pelaku telah memenuhi unsur pidana. Dengan demikan Polres Tobasa tidak perlu ragu untuk menangkap pelaku," katanya.

Menurutnya, dari kejahatan itu minimal 10 tahun dan maksimal 20 tahun penjara bahkan seumur hidup dan dimungkinkan juga dikenakan hukuman tambahan berupa kebiri "kastrasi" lewat suntik kimia.

"Sudah saatnya semua pihak dan unsur di Tobasa, tokoh agama dan adat, gereja, alim ulama, tokoh pemuda, organisasi sosial kemasyarakatan, media serta anggota dewan dan pemerintah untuk tidak saling menunggu dan menyalahkan. Namun hendaknyalah saling bahu membahu untuk memutus mata rantai kekerasan terhadap anak," terangnya.

Berdasarkan fakta dan data, kata dia, kejahatan seksual terus meningkat sehingga di Tobasa sudah berada pada situasi dan tingkat darurat kekerasan seksual terhadap anak.

"Situasi ini terbukti bahwa hampir 52 persen kasus anak yang dilaporkan ke Polres Tobasa didominasi kasus pencabulan dan kekerasan seksual terhadap anak," tukasnya. (imc/zoy)



Komentar

Berita Terkini