|

PKL Digusur, Komisi III Tantang Pemko Bongkar Center Point dan Merdeka Walk


INILAHMEDAN - Medan: Komisi III DPRD Medan menantang Pemko Medan untuk membongkar gedung Center Point dan Merdeka Walk karena berdiri tanpa Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan menyalahi peraturan daerah (perda).

Komisi itu mengeluarkan tantangan lantaran Pemko Medan kerap melakukan penggusuran terhadap pedagang kaki lima (PKL) karena dianggap menyalahi perda. Salah satunya penggusuran terhadap pedagang Warkop Taman Ahmad Yani di Jalan H Misbah (depan RS Elisabeth).

“Keberadaan mereka kan (pedagang Warkop Taman Ahmad Yani) sudah dilegalkan Wali Kota Medan Rahudman Harahap dengan membentuk koperasi pedagang. Kenapa tiba-tiba mereka digusur? Berarti kebijakan Rahudman waktu itu salah. Kalau mau jujur, 80 persen di Medan ini melanggar perda. Kalau berani, gusur saja Center Point dan Merdeka Walk yang berdiri tanpa IMB dan menyalahi perda,” kata Ketua Komisi III Boydo HK Panjaitan dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi C dengan Bappeda, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Koperasi dan UKM, Satpol PP dan eks pedagang Warkop Taman Ahmad Yani di gedung dewan, Rabu (28/08/2019).

Boydo mengatakan itu lantaran kesal dengan perwakilan Bappeda Ratri Utami yang ngotot menolak rekomendasi Komisi III agar pedagang Warkop Taman Ahmad Yani yang kemarin digusur Satpol PP agar dibenarkan kembali berjualan tapi di dalam kawasan Taman Ahmad Yani.

Ratri Utami sendiri menolak rekomendasi pedagang warkop kembali berjualan di dalam kawasan taman lantaran belum ada Perda PKL yang menyatakan pedagang diperbolehkan berjualan di kawasan taman.

Sesuai Perda Nomor 9 Tahun 2009, kata Ratri, tidak dibenarkan ada mendirikan bangunan di badan jalan dan di atas parit. Kalau PKL sampai mengganggu lalulintas tidak bisa ditolelir. Tapi kalau tidak mengganggu lalulintas masih bisa dimaklumi.

"Soal PKL berjualan di taman, belum ada regulasi dan payung hukumnya," katanya.

Boydo sendiri menyesalkan kebijakan Pemko Medan karena bisanya hanya menggusur pedagang kaki lima yang notabene pedagang kecil tanpa ada solusinya.

"Padahal mereka berjualan bukan untuk kaya tapi untuk menghidupi keluarga. Namun Pemko berdalih menegakkan perda. Justeru untuk pengusaha berduit, Pemko tidak berani melakukan penindakan," kata Boydo.

Boydo membeberkan, lima tahun dirinya duduk sebagai anggota DPRD Medan, hampir setiap hari pedagang datang ke Komisi III sambil menangis lantaran kena gusur pemerintah kota.

"Misalnya penggusuran pedagang Aksara, Kampung Lalang, Sukaramai, Marelan, dan lainnya. Tapi tidak ada solusi apapun yang dilakukan pemko. Komisi III hanya butuh solusi pemko agar pedagang tidak terlantar," kata Boydo dengan nada agak tinggi.

Sebagai kader PDIP, partainya wong cilik, Boydo tetap bersikukuh akan tetap akan merekomendasikan pedagang Warkop Taman Ahmad Yani ke pemko agar bisa berjualan kembali dengan menggunakan beberapa meter lahan di Taman Ahmad Yani.

"Kita akan perjuangkan rekomendasi ini," kata Boydo yang diamini anggota komisi C lainnya antara lain Beston Sinaga dan Modesta Marpaung.

Sementara itu, Surya Darma, perwakilan dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan juga keberatan Taman Ahmad Yani dipakai pedagang untuk berjualan. Sesuai UU, kata Surya, harus ada 20 persen ruang terbuka hijau di Medan. Apalagi di dalam taman sudah dibangun sejumlah aset milik pemko dan jogging track serta alat-alat olahraga lainnya.

“Segala kegiatan berupa acara tidak kami perkenankan di taman. Kecuali orang untuk berkunjung dan berolahraga. Apalagi sampai membongkar pagar dan menebang pohon,” kata Surya.

Alasan Surya Darma langsung disergah Beston Sinaga. Beston meminta Dinas Kebersihan dan Pertamanan agar lebih mementingkan kepentingan rakyat banyak. Pemakaian taman, kata dia, tidak salah dipakai untuk pedagang kalau ditata dengan baik, apalagi sifatnya tidak permanen.

Boydo juga menimpalgi agar Pemko Medan mencontoh Wali Kota Bogor sewaktu masa Ridwan Kamil yang menata PKL di pinggir jalan sampai di bawah jalan tol. Begitu juga di Surabaya.

Boydo mengatakan Wali Kota Medan harus mensyukuri adanya perputaran ekonomi yang tinggi di malam hari yang disumbangkan pedagang kaki lima. Karena akan menghasilkan PAD dari retribusi dan parkir.

“Apakah harus kita gusur ketika ada kegiatan ekonomi hanya karena PKL tidak ada diatur dalam perda. “Rekomendasi kami bukan untuk melanggar hukum, tapi kami dari dewan berhak mengaturnya kembali untuk kepentingan orang banyak. Kalau wali kotanya cerdas, tidak mungkin keramaian yang menghasilkan transaksi ekonomi yang besar digusur,” tegasnya. (imc/bsk)



PIMPIN RDP: Ketua Komisi C DPRD Medan Boydo HK Panjaitan didampingi anggota Komisi C: Beston Sinaga dan Modesta Marpaung memimpin rapat dengar pendapat (RDP) antara DPRD Medan, Pemko dan eks PKL warkop RS Elisabeth, Rabu (28/8) di Komisi C DPRD Medan. (Foto SIB/ Horas Pasaribu)

Komentar

Berita Terkini