|

Luar Biasa, Sedikitnya Ada 11.662 KJA Beroperasi di Danau Toba

Aktifitas perusahaan Kerambah Jaring Apung (KJA) di Danau Toba. (foto: ist)

INILAHMEDAN - Medan: Wakil Ketua DPRD Sumut Aduhot Simamora meminta Gubernur Sumut Edy Rahmayadi perlu segera memfasilitasi pertemuan para bupati di lintas kabupaten yang berada di kawasan Danau Toba untuk berikar bersama agar Danau Toba zero KJA (Keramba Jaring Apung) maupun perusahaan peternak babi.

“Jika para bupati berjalan sendiri-sendiri akan terasa sulit menutup seluruh perusahaan yang mencemari Danau Toba. Sehingga perlu adanya kebijakan gubernur untuk memfasilitasi pertemuan para kepala daerah yang berada di kawasan Danau Toba seperti Bupati Simalungun, Karo, Dairi, Humbahas, Samosir, Taput dan Tobasa,” ujar Aduhot Simamora kepada wartawan di DPRD Sumut, Senin (12/08/2019).

Selain itu, tandas Aduhot, sejumlah instansi seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumut maupun Dinas Perikanan dan Kelautan Sumut juga harus dilibatkan guna mengetahui sejauhmana kepatuhan perusahaan perusak lingkungan untuk menjaga kelestarian dan kesterilan air Danau Toba.

“Jika ada pelanggaran tentang Amdal (Analisis Dampak Lingkungan) yang dilakukan perusahaan KJA maupun perusahaan ternak babi, Dinas Lingkungan Hidup harus segera mencabut izin Amdal-nya. Begitu juga Dinas Perikanan dan Kelautan harus membuat kebijakan keras untuk menegur perusahaan yang menyalahi aturan, untuk selanjutnya disampaikan kepada pemerintah pusat,” tandas Aduhot.

Dikatakan politisi Partai Hanura Sumut ini, menurut informasi yang diperolehnya dari BKPM (Badan Kordinasi Penanaman Modal) di Jakarta, tidak mungkin pemerintah pusat mengeluarkan ijin atau memperpanjang ijin perusahaan-perusahaan pencemar lingkungan di Danau Toba jika ada rekomendasi penolakan dari berbagai instansi di daerah.

“Jadi kunci awalnya daerah. Makanya seluruh bupati dan instansi yang menangani ijin Amdal terhadap KJA maupun perusahaan peternak babi di Danau Toba perlu tegas. Jika ada yang menyalah segera cabut ijinnya dan jangan diperpanjang lagi sehingga pihak BKPM bisa mencabut ijin dan menutup operasional seluruh perusahaan perusak lingkungan,” katanya.

Menurut anggota dewan Dapil wilayah Tapanuli ini, jika sudah ada kesepakatan antara gubernur dan seluruh kepala daerah yang berada di kawasan Danau Toba, tentunya masing-masing pihak tidak akan berjalan sendiri-sendiri dan sudah bisa fokus dengan satu tujuan yakni Danau Toba zero KJA dan perusahaan ternak babi.

Diakui Aduhot, Perpres (Peraturan Presiden) No81/2014 tentang tata ruang kawasan Danau Toba sekitarnya yang ditandatangani Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) menjelang akhir periodenya memang menjadi dilema. Sebab di sana tidak disebut secara tegas adanya larangan beroperasinya KJA maupun perusahaan ternak babi di perairan Danau Toba.

“Jadi perlu direvisi Perpres ini dengan mencantumkan adanya pasal yang mengatur kawasan Danau Toba harus bersih dari perusahaan pencemar lingkungan. Sehingga program pemerintah untuk menjadikan daerah itu sebagai daerah KSPN (Kawasan Strategis Pariwisata Nasional) dapat terwujud,” tandas Aduhot.

Berdasarkan data yang diperoleh Aduhot dari Dinas Perikanan dan Kelautan Sumut, sedikitnya ada 11.662 perusahaan KJA yang saat ini beroperasi di perairan Danau Toba. Masing-masing 322 KJA milik PT Aquafarm, 184 KJA milik PT Suri Tanipemuka dan 11.153 KJA milik masyarakat. Sehingga dipastikan dalam beberapa tahun ke depan limbah pakan ternak tersebut akan terus mencemari alam sekitar.

“Jika pemerintah tidak secepatnya bertindak tegas dengan menutup seluruh ijin operasional KJA, dipastikan Danau Toba akan tetap menjadi 'toilet raksasa' yang tentunya sangat merugikan seluruh masyarakat Sumut,” tegas Aduhot sembari mengigatkan pemerintah agar jangan pernah takut terhadap perusahaan asing yang tidak ramah lingkungan. (imc/nangin)


Komentar

Berita Terkini