|

Ulah Pengungsi Asing di Medan, Merayu Gadis Mengaku-ngaku Turis


INILAHMEDAN - Medan: Jumlah orang asing di Medan makin menumpuk. Kebanyakan mereka datang untuk mencari suaka (perlindungan). Berdalih Konvensi Hak Azasi Manusia (HAM), Indonesia, khususnya Medan, menjadi kota tujuan para imigran. Justeru kehadiran mereka mulai mendapat kritikan banyak pihak karena sudah sangat meresahkan.

Para pengungsi di Medan umumnya berasal dari Sri Lanka, Sudan, Afrika dan lainnya. Keberadaan mereka kini sudah membaur di tengah-tengah masyarakat. Lewat bantuan dari International Organization for Migration (IOM), para pengungsi mulai merasakan hidup enak. Mereka mendapat jatah hidup perbulan perorang sebesar Rp1,2 juta. Tanpa kerja!

Keberadaan IOM justeru dikritik kalangan DPRD Medan melalui Komisi A. Dewan menilai keberadaan IOM sepertinya menjadi agen pengungsi di Kota Medan.

"IOM jangan menjadi agen pengungsi di Kota Medan. Keresahan masyarakat Kota Medan atas keberadaan para pengungsi yang sudah melanggar kultur dan budaya merupakan kegagalan lembaga itu," tegas Ketua Komisi A, Roby Barus, didampingi wakil Ketua Andi Lumbangaol dan anggota komisi lainnya yakni Umi Klasum dan Hj Hamidah, Rabu (12/10/2016) dalam rapat dengar pendapat bersama pihak imigirasi, Aliansi Masyarakat Pribumi, Pemko Medan dan IOM.

Rapat hari itu membahas pengaduan Aliansi Boemi Poetra yang disampaikan Rufino Barus. Menurut Dosen Sosilogi dari Universitas Sumatera Utara ini, para pengungsi yang berasal dari Iran, Sundan, Afganistan, Srilanka, dan Myanmar sudah cukup meresahkan masyarakat Kota Medan saat ini.

"Banyak pengungsi yang bersikap melanggar etika. Bahkan sangat merugikan masyarakat," kata Rufino.

Dia mencontohkan, ada seorang pengungsi dari Srilanka bernama Rasyid menikahi seorang perempuan Medan dan memiliki seorang anak. Setelah itu Rasyid pergi meninggalkan perempuan yang dinikahinya tersebut. 

"Apakah mereka tak diajarkan beretika di Kota Medan ini? Pihak imigrasi juga kenapa tidak mencari lelaki itu. Mau nunggu berapa banyak lagi anak-anak perempuan kita yang diperlakulan seperti itu," tegasnya.

Rufino menegaskan, jika sikap pengungsi seperti itu tentu saja sangat merugikan masyarakat sehingga Pemko Medan lebih baik tak menerimanya.

"Kita tulus membantu mereka. Tapi dari sisi lain, kita sendiri yang akhirnya dirugikan. Bahkan ada kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh tiga orang pengungsi terhadap anak tiga tahun. Ini boru (anak perempuan) kita karena sama–sama orang Medan kita semuanya," katanya.

Sikap tak patuh akan peraturan yang dipertontonkan pengungsi, kata Rufino, ketika berkendara di jalan raya. Para pengungsi yang keluar menggunakan sepeda motor jarang menggunakan helm. Selain itu, para pengungsi juga hanya ingin bebelanja di supermarket bukan di pasar tradisional.

"Mereka sudah enam tahun berada di Kota Medan. Tak mungkin rasanya tidak bisa berbahasa Indonesia," ujarnya.

Berdasarkan temuannya, banyak pengungsi yang mulai berpacaran dengan perempuan Kota Medan. Mereka juga sudah mulai merayu-merayu gadis-gadis dengan mengaku sebagai turis.

“Ini, kan, kita sudah bebas sekali. Kota Medan begitu bebas. Makanya begitu ramai pengungsi yang diarahkan ke Kota Medan," katanya.

Di sisi lain, keberadaan pengungsi, sambung Rufino, menimbulkan kesenjangan sosial bagi masyarakat. Para pengungsi mendapat fasilitas memadai dan subsidi keuangan IOM.

"Bayangkan saja, seorang nenek Basaria Nasution, berusia 90 tahun, harus bekerja mencari uang dengan mengendarai sepeda ontel miliknya dari pagi hingga sore. Itu pun hanya mendapat upah Rp15 ribu perhari. Sedangkan mereka (pengungsi-red) tinggal di tempat mewah dan diberikan uang kehidupan. Beberapa di antara mereka enak-enak nongkrong, membuka usaha hingga belanja di berbagai retail modern dan gnym. Saya lihat itu karena kebetulan dekat rumah saya," ujar Barus sembari menunjuk slide yang dipampangkannya saat itu termasuk adanya pemalsuan kartu pengungsi.

"Jika persoalan ini tidak kita selesaikan dengan cepat, dalam waktu 10 tahun lagi NKRI ini akan lost. Dan pengungsi akan menang, “ tambahnya lagi.
 
Pemko Medan melalui Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, Armansyah Lubis, menyatakan menolak memberikan bantuan kepada IOM.

Kata Armansyah, warga Kota Medan menilai Pemko tak adil dengan pemberian bantuan ke pengungsi. Pasalnya, warga Kota Medan masih membutuhkan bantuan dari pemerintah.

"Jujur saja. Karena IOM mendatangi saya dan tak mendapatkan solusi, mereka menjumpai Pak Wakil Wali Kota. Tapi saya sudah sampaikan ke Pak Wakil tentang kondisi ini. Masyarakat marah kenapa pengungsi dibantu. Masyarakat tidak mau tahu akan hal ini kami akan jadi serangan nantinya," katanya.

Armansyah menjelaskan bentuk permintaan IOM yakni pengungsi meminta bantuan fasilitas tenaga kerja bahasa Inggris kepada anaknya. Lalu, meminta kerja sama mencari penampungan lagi. Akibat ini, warga yang berada di tujuh lokasi penampungan melakukan protes.  

“Saya juga ingin menyampaikan kepada seluruh warga bahwa dana penampungan pengungsi bukan menggunakan dana APBD. Terkadang masyarakat berpikir kita menggunakan dana APBD Kota Medan karena mereka bisa hidup enak di kota ini ,"ujarnya.

Bahkan, kata pria yang disapa Bob ini, pihaknya sudah berungkali meminta IOM agar menyampaikan kepada publik bahwa pengungsi mendapat bantuan kehidupan berasal dari IOM.

“Masyarakat sudah resah atas keberadaan pengungsi ini. Saya sudah melihat langsung bagaimana kehidupan mereka yang terlalu enak di Kota Medan. Tapi berungkali saya minta IOM menyampaikan kepada publik atas bantuan kehidupan yang didapatkan serta bukan dari Pemko Medan, tapi sampai sekarang IOM tidak mau,” tegasnya yang langsung menyebutkan beberapa lokasi pengungsi terlihat di kawasan Tomang Elok, Jalan Setia Budi dan lainnya yang secara perlahan sudah membaur kepada masyarakat.

Pihak IOM diwakili Abdul Riza terlihat keberatan ketika didesak untuk menyampaikan fakta atas para pengungsi tersebut.

“Itu hanya uang makan saja,” kata Abdul Riza singkat.

Riza mengaku pihaknya telah melakukan peringatan kepada para pengungsi untuk menjaga sikap. Imbauan itu mereka lakukan empat bulan sekali. 

“Tidak semua pengungsi seperti itu. Masih ada banyak lagi yang baik," kilahnya sehingga menimbulkan pertentangan dari pihak Aliansi Masyarakat Pribumi yang akan melakukan sweeping terhadap pengungsi.

Kepala Divisi Imigrasi Kantor Wilayah Kemenkumham Sumut, Yudi, mengatakan, saat ini ada 2098 pengungsi yang tinggal di Kota Medan. Dari 2098 pengungsi tersebut tersebar di tujuh lokasi pengungsian.

Yudi mengatakan jika masyarakat terasa terganggu dengan tingkah pengungsi silakan melapor ke kantor Imigrasi.

"Kami juga tidak menghendaki pengungsi. Ini bukan masalah imigrasi saja, ini masalah kita semua," katanya.

Kata Yudi, dari 2098 pengungsi, 318 orang akan diberangkatkan menuju negara tujuan ke tiga yakni Amerika Serikat.

Ketua Komisi A DPRD Medan, Roby Barus, yang memimpin rapat , kembali menegaskan kepada IOM agar membangun satu lokasi penampungan untuk pengungsi agar dapat diawasi pihak imigrasi dan Dinsosnaker.

"Kami minta kepada IOM untuk menyewa satu tempat penampungan. Jangan berpencar-pencar. Selain itu, dapat juga terawasi oleh pihak imigrasi," katanya.

Dia juga menuding IOM seolah agen untuk menampung pengungsi di Kota Medan. Pasalnya, pengawasan di Kota Medan begitu longgar.

“Jangan-jangan kalian agen dari sana. Karena di sini begitu leluasa. Begitu bebas," katanya. (bsk)
Komentar

Berita Terkini