Diduga Korupsi, 2 Staf Program Pasca Sarjana USU Ditahan Kejatisu
INILAHMEDAN - Medan: Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) menahan 2 staf keuangan program pasca sarjana Universitas Sumatera Utara (USU) Medan yang sebelumnya berstatus tersangka kasus dugaan korupsi.
Amatan wartawan, usai keluar dari ruangan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejatisu, kedua tersangka dikawal dan digiring masuk mobil tahanan berplat nomor warna merah BK 8781 M, dan dibawa ke rumah tahanan Tg Gusta.
Dalam keteranganya, Kasidik Pidsus Kejatisu, Novan Hadian, menuturkan,kedua tersangka itu adalah Binsa Wardani Lubis dan Desi Nurul Fajar. Keduanya diduga melakukan korupsi penerimaan pembayaran dan pengelolaan uang kuliah mahasiswa Pascasarjana Program Magister Manajemen (MM) USU senilai Rp6 miliar.
"Sebelum menetapkan keduanya dengan status tersangka, penyidik telah memeriksa puluhan saksi," ujarnya.
Meski kedua tersangka itu ditahan, lanjutnya, tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru. Tergantung proses hasil penyidikan tim terhadap saksi-saksi dan alat pendukung lainnya.
Selanjutnya, mantan Kasi Intel Kejari Belawan ini juga menuturkan, Pidsus Kejatisu sebelumnya telah melakukan penyelidikan dugaan korupsi di Pasca Sarjana USU itu sejak Maret 2015 lalu, kemudian penanganannya ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan.
Hasilnya menyimpulkan telah terjadi dugaan penyelewengan atau penyimpangan dalam penggunaan dana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sejak tahun 2011 hingga tahun 2015 pada program studi Magister Management sekolah Pasca Sarjana USU.
"Kedua tersangka diduga memalsukan bukti kwitansi pembayaran uang kuliah sehingga mahasiswa yang telah membayarkan uang kuliah tetap bisa mengikuti ujian dengan bukti pembayaran palsu. Padahal uang kuliah yang dibayarkan mahasiswa itu tidak disetorkan kedua tersangka ke Rektorat USU yang biasanya dilakukan melalui Bank BNI dan Bank Mandiri,” paparnya.
Menurut Novan, kasus ini bisa dikategorikan tindak pidana korupsi. Karena para mahasiswa masih bisa mengikuti ujian. Berbeda halnya jika para mahasiswa tidak bisa mengikuti ujian, kategori kasus ini akan masuk dalam tindak pidana penggelapan.
“Pada prakteknya, ada perbuatan untuk memperkaya diri sendiri dengan membuat kwitansi palsu. Kalau mahasiswa ini tidak bisa ujian, berarti uang kuliah yang dibayarkannya itu digelapkan. Tapi karena masih bisa ujian, makanya masuk tindak pidana korupsi,” terangnya.
Yang menarik dari kasus, kata Novan, adalah yang melaporkannya Biro Rektorat USU, selanjutnya dilaporkan ke Kejati Sumut atas perintah Rektor USU.
“Begitu kita mendapatkan laporannya, Kajatisu langsung perintahkan agar cepat ditindaklanjuti. Tidak sampai seminggu setelah kita mendapatkan laporan langsung ditemukan bukti-bukti bahwa kedua tersangka itu merupakan orang paling yang bertanggung jawab,” tandas Novan. Ev
Teks foto : , Usai keluar dari ruangan Aspidsus Kejatisu, salah seorang tersangka korupsi menutupi mukanya sembari dikawal petugas masuk mobil tahanan. (Antonius)