INILAHMEDAN - Medan: Dewan Pimpinan Wilayah Lembaga Swadaya Masyarakat Lumbung Informasi Rakyat (DPW LSM LIRA) Sumut mensinyalir inbreng PTPN2 kepada PT NDP serta cross holding (kepemilikan silang) menjadi modus dugaan penggelapan tanah milik negara terkait pemukiman mewah Citra Land.
“Inbreng atau penyertaan modal berupa lahan HGU PTPN2 sekitar 8.077 hektar pada anak perusahaannya PT NDP (Nusa Dua Propertindo), sebagai awal dugaan terjadinya penggelapan lahan milik negara," kata Sekretaris Wilayah LSM LIRA Sumut Andi Nasution di Medan, kemarin.
Inbreng ini, tambahnya, menyebabkan lahan tersebut tidak lagi bersumber dari negara, tetapi merupakan kekayaan atau modal milik PTPN2. Kemudian, PT NDP statusnya bukan BUMN, karena sahamnya tidak dimiliki langsung oleh negara.
Selepas itu, lanjut Andi Nasution, pada tanggal 25 Juni 2020, Pemegang Saham NDP memberikan persetujuan Perjanjian Transaksi Proyek Kota Deli Megapolitan.
Satu hari setelahnya, persisnya pada tanggal 26 Juni 2020 muncullah perjanjian kerjasama usaha patungan kawasan residensial antara PTPN2 dengan PT Ciputra KPSN.
“Berdasarkan perjanjian tersebut, pada tanggal 8 September 2020, lahirlah sebuah perusahaan yang bernama PT Deli Megapolitan Kawasan Residensial (DMKR), di mana PT Ciputra KPSN sebagai pemegang saham mayoritas,” ungkap Andi Nasution.
Seiring berjalannya waktu, pada tanggal 11 Nopember 2020 lahirlah Perjanjian KSO antara PTPN2, PT NDP dan PT DMKR. Dalam perjanjian tersebut dinyatakan PT NDP merupakan pihak yang menyediakan lahan 8.077 hektar, di mana seluas 2.514 menjadi kawasan residensial. Sedangkan PT DMKR merupakan pihak yang mengelola dan membangun kawasan residensial.
“Fakta yang menarik berdasarkan penelusuran LIRA adalah dugaan terjadinya cross holding atau kepemilikan silang PTPN2. Satu sisi PTPN2 selaku pemilik saham (setidaknya 99%) di PT NDP. Kemudian di PT DMKR, PTPN2 juga memiliki saham, meskipun tidak sebesar PT Ciputra KPSN”, ujarnya.
Fakta menarik lainnya, tambah Andi Nasution, hal hal yang berkaitan dengan perubahan HGU menjadi HGB menjadi tanggungjawab PT NDP. Sedangkan PT. DMKR menerima HGB bersih dari PT. NDP sebelum dilakukan pembangunan.
“Terkesan, PT NDP merupakan perusahaan boneka guna memuluskan aksi penggelapan lahan HGU tersebut. Terlebih adanya surat persetujuan pemegang saham PT NDP yang notabene PTPN2 tentang persetujuan Perjanjian Transaksi Proyek Kota Deli Megapolitan,” ungkapnya.
Pertanyaan selanjutnya, tambahnya, bagaimana tanah milik negara berubah status dan selanjutnya dikerjasamakan tanpa sepengetahuan negara. Apalagi di PT NDP sama sekali tidak ada perwakilan negara selaku pemegang saham.
“PTPN2 sebenarnya bisa saja melakukan kerjasama langsung, tanpa melibatkan pihak lainnya, demi pendayagunaan asetnya. Hal tersebut legal untuk dilakukan, karena peraturan tentang hal itu memang ada,” ujarnya.
Berdasarkan hal tersebut, lanjut Andi Nasution, LIRA menduga terjadi penggelapan asset milik negara.
“LIRA menduga persoalan ini melibatkan elit di tingkat pusat. Makanya kita dukung penuh upaya pihak kejaksaan dalam kasus dugaan penggelapan aset negara ini,” ujarnya.(imc/rel)