ilustrasi petani sawit.(foto: net) |
INILAHMEDAN - Jakarta: Ketua Dewan Pembina Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) Arief Poyuono mengatakan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) tanpa memiliki kebun menjadi polemik. Sebab asal usul sawit yang diberikan menjadi semakin ambigu dengan menjamurnya PKS tanpa kemitraan.
"Bukannya membuat petani sawit semakin untung, justeru menciptakan banyak kerugian bagi petani plasma. Sebab, PKS tanpa kebun malah memberi peluang terjadi tindak pidana pencurian Tandan Buah Segar milik perkebunan sawit yang bermitra dengan petani plasma,," kata Arief dalam keterangan tertulisnya, Senin (01/07/2024).
Arief menyebutkan, Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) mendesak Presiden Jokowi dan Polri untuk menertibkan PKS tanpa kebun inti atau tanpa kemitraan.
"APPKSI mendesak agar pemerintah memberikan sanksi tegas terhadap PKS tanpa kebun inti atau tanpa kemitraan," katanya.
Arief meminta pemerintah kembali mengkaji ulang pabrik sawit tanpa kebun inti dari daftar perusahaan yang bisa dibuka. Jika melenceng dari ketentuan, kata Arief, pemerintah langsung menindaknya dengan menutupnya.
Arief mengaku, PKS tanpa kebun ini seringkali berdiri di dekat PKS yang bermitra dengan petani plasma atau pekebun swadaya.
"Kehadirannya mengganggu PKS bermitra karena mengambil TBS (Tandan Buah Segar) dari plasma dan pekebun bermitra, tanpa memenuhi syarat memiliki bahan baku minimal 20% dari kebun sendiri seperti yang diatur dalam standar ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) dan EUDR (European Union Delegated Regulation)," kata Arief.
Arief menyebutkan, masalah lain yang dihadapi industri sawit yaitu PKS brondolan.
"PKS brondolan berdiri dekat pabrik yang sudah ada dan menyebabkan pemindahan brondolan, yang berpotensi mempengaruhi produksi CPO (Crude Palm Oil) dan harga TBS pekebun," ungkap Arief.
Menurut Arief, PKS brondolan juga dapat menghasilkan CPO dengan kadar asam tinggi, yang dianggap sebagai limbah dan bukan sebagai produk utama.
"Hal ini dapat menyebabkan penurunan produksi CPO secara keseluruhan dan memunculkan masalah baru di masa depan," ujarnya.
Sementara itu, pengamat hukum Universitas Andalas Agung Hermansyah menilai harus ada ketegasan dari pemerintah terkait PKS tanpa kebun yang memberi peluang terjadi tindak pidana pencurian Tandan Buah Segar.
"Dan ini, salah paham terhadap regulasi tersebut seperti kemitraan inti plasma perusahaan nyediain pabrik, tapi kebunnya milik masyarakat," ucap Agung, Senin (01/07/2024).
Agung menilai pada dasarnya kalau pabriknya ilegal dan tanpa izin dan mengancam lingkungan.
Selain itu, kata dia, penertiban itu dilakukan oleh pemerintah selaku pihak yang mengeluarkan izin.
"Jadi harus dilakukan kerja sama pihak kementerian terkait dengan Polri agar bisa menertibkan pelaku PKS," jelasnya.(imc/bsk)