Persoalan Sengketa Tanah di Sumut, Djoss Dorong Perda Masyarakat Adat
INILAHMEDAN - Medan: Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus menilai persoalan konflik lahan yang kerap menjadikan masyarakat adat sebagai korban diperlukan perlindungan dan kepastian hukum. Untuk itu, paslon yang akrab disapa Djoss itu menilai perlunya Peraturan Daerah (Perda) Percepatan Masyarakat Adat.
Itu dikatakan paslon yang diusung PDIP dan PPP itu pada salah satu sesi dalam debat publik ketiga di Hotel Santika Premiere Dyandra Medan, Selasa (19/06/2018) malam.
"Perda Percepatan Masyarakat Adat akan kita perjuangkan. Karena mereka (masyarakat adat) yang tahu, siapa sebenarnya yang berhak di atas lahan tersebut," ungkap Sihar Sitorus saat sesi tanya jawab para paslon.
Sihar menilai persoalan sengketa lahan tak lepas dari kepentingan berbagai pihak. Sayangnya, sengketa itu pula yang menjadikan masyarakat adat sebagai korban tanpa melihat sejarah panjang keberadaan masyarakat adat tersebut yang sudah mendiami lahan puluhan tahun lamanya.
Kondisi ini pula membuat masyarakat adat tergusur dampak dari ketidakadilan dan penindasan terhadap atas nama hukum. Padahal, keberadaan masyarakat adat ini pula yang sangat berperan dalam menjaga kelestarian hutan.
Padahal, lanjutnya, dalam persoalan dalam sengketa lahan ada dasar yang digunakan, yakni IP4T. Yaitu, Inventarisisasi Penguasaan Penggunaan Pemanfaatan dan Penguasaan Tanah dalam kawasan hutan. Ini diberikan kewenangan kepada gubernur.
"Tentunya gubernur membuat satuan tugas untuk menyelesaikan, menginventarisasi siapa-siapa yang berada di atas, di dalam kawasan hutan tersebut. Tentunya kita tahu bahwa undang-undang kawasan hutan pun harus juga adil dan berdaulat kepada masyarakat dan juga kepada pihak lainnya," tegasnya.
Menambahkan pernyataan Sihar, Djarot Saiful Hidayat mengatakan, perampasan hak atas tanah tak hanya tanah negara saja. Kerap terjadi, perampasan tanah adalah milik masyarakat. Kondisi seperti ini, ditegaskan Djarot, pada kepemimpinan Djoss mendatang, tak lagi masyarakat kecil saja yang merasakan ketidakadilan hukum.
"Inilah yang menimbulkan konflik agraria. Terutama perampasan lahan eks HGU PTPN 2. Ini juga harus dituntaskan. Yang kita inginkan, supaya hukum itu tegak dan membela kepada warga miskin," pungkas Djarot. (imc/rel)