|

Isi Tas Siswi SMA Ini Membikin Para Gurunya Menangis...


Akhir dari kisah ini begitu sangat mengharukan. Kisah seorang siswi SMA yang mungkin saja membelalakkan mata banyak orang. Tak sedikit yang berlinang air mata dibuatnya. Terkadang, sebuah nasehat bisa datang tanpa omongan. Lewat perbuatan siswi ini, kemungkinan bisa menggugah lubuk hati siapa saja yang membacanya. Semoga.

Cerita ini dimulai ketika pihak sekolah, tempat siswi itu menimba ilmu, sebut saja namanya, Aisah, membuat keputusan untuk memeriksa tas para pelajar secara mendadak.

Menurut seorang pegawai sekolah, razia itu untuk mendisiplinkan para pelajar agar tidak membawa barang-barang yang dilarang pihak sekolah seperti telephone genggam, kamera, alat-alat kecantikan, dan lainnya.

Pihak sekolah pun melakukan sweeping semua kelas. Namun kebanyakan tas-tas para pelajar berisi buku, pulpen, dan peralatan sekolah lainnya. Pihak sekolah cukup puas dengan razia itu.

Semua kelas telah dirazia. Tinggal satu kelas lagi yang tersisa. Di kelas itulah Aisyah belajar. Gerangan apakah yang terjadi kemudian?

Tim pemeriksa pun masuk ke kelas itu. Kemudian tim memohon izin untuk mengecek tas sekolah para pelajar. Pemeriksaan dimulai.

Di pojok kelas, Aisah mulai resah. Dia begitu khawatir tasnya diperiksa. Butiran keringat terlihat di wajahnya. Aisah, di kelas itu, dikenal gadis pemalu dan tertutup. Namun dia juga dikenal gadis yang berakhlak sopan dan santun. Aisah tak begitu suka berbaur dengan siswi-siswi lainnya. Dia suka menyendiri, walau sebenarnya dia tergolong pintar di kelasnya.

Aisah melihat tim pemeriksa dengan pandangan penuh ketakutan. Tangannya langsung merogoh tasnya sewperti memegang sesuatu. Tim razia makin dekat ke tempat duduknya. Aisah makin terlihat takut. Wajahnya pucat. Gerangan apakah yang ada di dalam tas gadis ini?

Tim pemeriksa makin dekat. Lalu, tibalah giliran Aisah diperiksa. Tim meminta agar Aisah membuka tasnya. Namun Aisah memegangi tasnya dengan erat seakan menyampaikan kepada tim, demi Allah, kalian tidak bisa membukanya.

“Buka tasmu, nak," pinta seorang petugas razia.

Aisah tak menjawab. Dia memandangi pemeriksa dengan pandangan sedih. Bibir Aisah terkatup rapat. Dia tak sanggup menjawab. Namun batinnya berteriak, "Tolong pak, jangan periksa tas saya. Saya tak rela."

“Berikan tasmu," petugas tadi kembali meminta.

"Jangan diambil pak. Tolonglah, jangan," pinta Aisah memelas.

Penolakan Aisah justeru membuat tim pemeriksa menjadi penasaran.

“Berikan tasmu," kata petugas pemeriksa.

“Tidak," jawab Aisah.

Keributan kecil berlangsung. Tim berusaha merebut tas milik Aisah. Namun Aisah berusaha mempertahankannya. Beberapa guru mencoba menenangkan Aisah dan menasehati gadis itu. Namun tim belum juga bisa mengambil tas tersebut.

Akhirnya, Aisah menangis. Teman-teman satu kelasnya terkejut. Beberapa guru yang mengenal Aisah sebagai seseorang siswi yang pandai serta disiplin, serasa tak percaya dengan apa yang dilakukan Aisah. Ruangan kelas itu sempat hening beberapa detik.

Para guru dan tim pemeriksa akhirnya berdiskusi kecil. Hasilnya, Aisah dibawa ke ruang kepala sekolah. Mereka tidak ingin Aisah menjadi pusat perhatian hanya gara-gara tas.

Dalam perjalanan ke ruangan kepala sekolah, air mata Aisah mengucur deras sambil mendekap erat tasnya. Di ruangan kepala sekolah, Aisah terlihat begitu kikuk melihat para guru dan tim pemeriksa.

Kepala sekolah yang mengetahui tentang perilaku Aisah yang tidak pernah melakukan kekeliruan dalam proses belajar-mengajar, berusaha menenangkan Aisah yang masih terisak-isak. Beberapa pelajar yang berkerumun di depan pintu ruangan kepala sekolah, diminta membubarkan diri. Aisah mulai sedikit tenang.

Kepala sekolah juga memohon agar beberapa guru meninggalkan ruangnya hingga yang tersisa cuma beberapa tim pemeriksa saja. Dengan penuh santun dan sikap kasih sayang, kepala sekolah itu bertanya pelan kepada Aisah.

“Nak, apa yang kamu sembunyikan di dalam tasmu?," tanya kepala sekolah.

Pertanyaan kepala sekolah membuat hati Aisah melunak. Aisah tak bisa menjawab. Dia malah memberikan tasnya kepada kepala sekolahnya itu.

Kepala sekolah mulai membuka tas Aisah. Gerangan apakah sesungguhnya yang disimpan Aisah di dalam tasnya?

Di dalam tas Aisah, kepala sekolah tidak menemukan barang-barang yang dilarang manajemen sekolah. Di dalam tas Aisah, hanya ada beberapa potongan sisa roti. Kalau hanya sisa potongan roti yang ada di dalam tas Aisah, kenapa gadis itu mempertahankan tasnya agar tidak dirazia? Kepala sekolah semakin penasaran.

"Kenapa nak. Gerangan apa sebenarnya yang terjadi padamu?," tanya kepala sekolah.

Aisah akhirnya menceritakan yang sesungguhnya.

“Sisa-sisa roti ini adalah milik teman-teman yang mereka buang ke tanah. Lalu saya ambil dan saya kumpulkan. Beberapa sisa roti saya makan buat sarapan. Sisanya saya simpan dan akan saya bawa pulang untuk adik-adikku di rumah," kata Aisah tertunduk.

Ya Allah..! Kepala sekolah langsung terhenyak. Begitu juga dengan beberapa tim pemeriksa yang mendengarnya.

"Tadi pagi adik-adikku dan ibu belum sarapan. Sisa roti ini rencananya untuk mengganjal perut nanti siang sepulang saya sekolah," sambung Aisah.

Gemuruh di dada sang kepala sekolah beserta beberapa tim pemeriksa sulit dibendung. Air mata mereka meleleh.

"Kami ini keluarga fakir yang tidak mempunyai apa-apa. Jadi saya mohon maaf atas kekeliruan saya tadi yang menolak tas saya diperiksa," kata Aisah.

Kepala sekolah dan tim pemeriksa tertegun. Beberapa di antara mereka tidak tahan untuk tidak mengeluarkan air mata. Bahkan tangisan sedih mengucur dari seorang wanita yang merupakan anggota tim pemeriksa.

"Saya menolak tas saya dibuka agar saya tidak dipermalukan teman-teman karena sisa roti mereka saya kumpuli. Jadi sekali lagi saya minta maaf atas tingkah laku saya yang tidak sopan," ujar Aisah.

Aisah adalah satu dari sekian banyak umat Islam yang hidupnya terbelit kemiskinan. Bisa saja orang-orang seperti Aisah ada di sekitar kita. Hanya saja kita tidak sering tidak memperhatikannya dengan seksama. (Bambang Sri Kurniawan)

Komentar

Berita Terkini