|

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Antara Pendekatan Pesimistis dan Optimistis


INILAHMEDAN - Medan: Rencana Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Moeloek menaikkan iuran BPJS Kesehatan diasumsikan merupakan pendekatan pesimistis dan optimistis.

Rencana kenaikan BPJS Kesehatan sebagai salah satu cara mengatasi masalah defisit keuangan di era Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

Pengamat Kesehatan Destanul Aulia mengatakan pendekatan pesimistis diasumsikan bahwa tingkat kepercayaan kepada pemerintah yang rendah. 

Hal ini disebabkan beberapa faktor yaitu pertama isu kenaikan ini sudah lama direncanakan tapi belum juga terealisasi jadi terkesan hanya menyejukkan pihak rumah sakit.


“Kedua terlalu lama pihak rumah sakit merasakan penerimaan yang negatif dari tarif BPJS Kesehatan kepada rumah sakit sehingga para pemberi pelayanan sudah pasrah dengan kondisi ini dan berdampak pada pelayanan yang tidak puas terutama pada rumah sakit pemerintah yang tidak fleksibel dalam pengelolaannya," kata Destanul, Selasa (23/04/2019).

Ketiga, berapa pun uang yang diserahkan ke BPJS Kesehatan tetap saja tidak dapat mencukupi dengan alasan perilaku masyarakat yang diobati secara gratis maka kecenderungan untuk mengkonsumsi akan lebih banyak lagi.

Kata Destanul, walaupun iuran dinaikkan tetapi hanya pada pelayanan tertentu.  Dan ini tetap saja tidak menyelesaikan masalah. Sedangkan pendekatan optimistis adalah pendekatan yang percaya bahwa permasalahan defisit ini akan segera diatasi pemerintah dengan menaikan harga iuran BPJS Kesehatan. 

“Asumsi yang digunakan karena penerimaan BPJS Kesehatan yang akan semakin besar dapat mengatasi defisit. Hanya saja permasalahannya BPJS Kesehatan sekarang masih terutang jadi kesannya seperti ‘gali lubang dan tutup lubang’ jadi solusinya harus ada suntikan dana dan perubahan tarif,” katanya.

Rencana kenaikan tarif ini, sambungnya, akan berimplikasi kepada kebijakan makro di mana pemerintah akan melakukan pengurangan terhadap anggaran lain. 

Maka, sebut dia, intinya apabila anggaran pengobatan lebih banyak dari anggaran pencegahan, promosi kesehatan dan rehabilitasi dan beban ekonomi negara akan semakin besar juga. 

“Jadi perlu ada pertimbangan pareto yaitu model keseimbangan pembayaran yang fit untuk memastikan pada taraf berapa kenaikan harga ini akan memberikan dampak yang baik bagi sistem pelayanan kesehatan kita,” jelasnya.

Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Sumut dan Aceh, Mariamah, menyikapi pemberitaan dari beberapa media nasional mengenai rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan mengatakan ini adalah dinamika implementasi ProgramJKN-KIS berkembang sangat cepat. 

Sebab, kata dia, masyarakat sangat merasakan manfaat program ini dan melalui prinsip gotong-royong  berharap program tetap berjalan sesuai dengan amanah konstitusi (UUD), UU SJSN dan UU BPJS, serta peraturan turunannya.

“Terkait dengan adanya isu rencana kenaikan iuran, BPJS Kesehatan menyerahkan sepenuhnya keputusan tersebut  kepada pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini merupakan bentuk dari implementasi Perpres Nomor 82 Tahun 2018 Pasal 38 ayat (1) yang berbunyi bahwa besaran iuran jaminan kesehatan ditinjau paling lama 2 (dua) tahun sekali. Seperti yang telah kita ketahui bahwa nilai iuran saat ini memang masih belum ideal atau belum sesuai dengan perhitungan aktuaria,” pungkasnya. (imc/fat)
Komentar

Berita Terkini